Antene Parabol & Kompor Tenaga Surya

Penemuan yang brilian oleh seorang guru SD.

        Sejak lama penghematan energi menjadi topik penting bagi negara2 industri. Akibat tragedi pembangkit listrik tenaga atom Chernobyl dan problem limbah dari reaktor nuklir, pemerintah di negara2 industri menghadapi masalah pengadaan energi. Semrntara itu kebutuhan energi mereka makin lama makin meningkat. Sebelum negara2 industri berhasil memecahkan masalah pegadaan industri mereka, seorang guru SD dari Jatim berhasil memperlihatkan penemuan pembangkit energi yang aman dan hemat. Pak Minto (44), guru sekolah dasar (SD) Prambon I Madiun, tinggal di Desa Mruwak, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, berhasil secara brilian menemukan kompor tenaga surya berfungsi ganda, untuk memasak dan sekaligus juga berfungsi sebagai antena parabola, sehingga penggunanya dapat menyaksikan tayangan televisi sesuai dengan seleranya. Kompor merupakan peralatan dapur penting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Demikian pula fungsi antene parabol yang juga tidak kalah pentingnya bagi banyak penduduk di Indonesia. Maka itu pak Minto sebenarnya patut mendapat pujian dari UNDP atau World Bank yang selama ini hanya mendanai program tenaga nuklir atau pembangunan waduk yang mengancam jiwa manusia dan kelestarian lingkungan (waduk Kedung Ombo dan waduk Yang Tse Kiang yang terbesar di dunia).

        Sampai kini sudah 61 kompor surya laku terjual. Ayah dua anak yang menghasilkan karya spektakuler ini semula hanya berangan-angan ingin menciptakan sesuatu, seperti yang dilakukan Thomas Alfa Edison (penemu listrik) maupun James Watt (mesin uap). "Banyaknya penemuan-penemuan itulah yang mendorong saya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat. Saat itu, saya tidak tahu kapan persisnya, tiba-tiba saya ingin berbuat sesuatu seperti mereka. Tetapi saya harus menemukan apa?" ujar Minto mengisahkan awal mula munculnya ide membuat kompor tenaga surya. Kendati "hanya" lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru), Minto yang gemar membaca buku pengetahuan tentang teknologi itu mulai melangkah agar angan-angannya terwujud. "Angan-angan itu lalu saya realisasikan dalam bentuk gambar kompor tenaga surya mirip antena parabola. Waktu yang dibutuhkan untuk itu tiga tahun," ujarnya. Tahun 1989 Minto mulai mereka-reka gambar kompor tenaga surya dan rampung tanggal 13 Oktober 1991. Dengan modal hasrat dan kemauan besar tanpa mengenal lelah, sosok Minto yang lugu ini akhirnya mampu merealisasikan angan-angannya dengan membuat karya cukup spektakuler, yaitu kompor tenaga surya berfungsi ganda; untuk memasak dan juga bermanfaat untuk antena parabola. "Kompor tenaga surya bikinan saya memang tidak praktis, tetapi efisien," ujarnya.

        Sebagai guru SD golongan 3B dengan penghasilan Rp 400.000/bulan dan penghasilan istrinya sebagai guru SD golongan 2B dengan gaji Rp 250.000/bulan, Minto sang penemu/pembuat kompor tenaga surya berfungsi ganda itu, tak terbesit meminta hak paten. "Bagi saya yang terpenting adalah misi pendidikannya, karena itu saya sangat bangga bila orang lain dapat membuat karya seperti saya ini," ujarnya.

Hanya menerima pesanan.

        Sosok Minto yang lahir dan besar di lingkungan pedesaan serta dukungan latar belakang pendidikan guru, menjadikan Minto bersikap berlebihan. "Dengan hasil mengajar dan sawah yang luasnya cuma dua petak, saya pikir sudah cukup untuk hidup," ujarnya. Kini di desa tempat tinggal Minto dan keluarganya, tak kurang 21 buah kompor tenaga surya bikinannya telah dirasakan manfaatnya oleh tetangga-tetangga dekatnya. Minto tak membikin secara massal kompor tenaga surya. Ia hanya melayani pesanan. Untuk segala keperluan (bahan) membuat kompor tenaga surya, Minto harus mengeluarkan uang sebesar Rp 250.000. "Kalau dihitung-hitung memang mahal, tetapi kompor tenaga surya ini bisa bertahan 25 sampai 50 tahun," ujarnya. Bahan yang dibutuhkan memang cukup mahal, sehingga biaya yang dihabiskan untuk pembuatan satu kompor cukup mahal. Untuk membuat kompor tenaga surya berdiameter 191 cm misalnya, diperlukan kaca cermin ukuran 51 cm x 122 cm x 2 mm sebanyak 6 lembar untuk reflektor. Lalu terali aluminium panjang 90 cm sebanyak 60 batang untuk jeruji reflektor, ditambah besi beton ukuran 10 mm x 12 m sebanyak 2 batang, Besi beton ukuran 10 mm x 12 m sebanyak 1 batang dan masih banyak lagi bahan-bahan lainnya. Dalam daftar yang diberikan Minto, masih lebih 20 jenis bahan lagi diperlukan untuk membuat kompor tenaga matahari. "Semua besi siku digunakan untuk membuat gantungan reflektor yang dirangkai dengan semua mur baut, kecuali yang ukurannya 3 mm x 3 cm," ujar Minto. Untuk kepentingan antena parabola, kompor surya ini harus dilengkapi peralatan elektronik, di antaranya kabel dan pesawat televisi. Kini di rumah Minto yang halamannya cukup luas terdapat kompor surya berdiameter 267 cm yang mampu mendidihkan air 1 liter hanya butuh waktu 2 menit dengan kapasitas 18 liter air. "Kompor surya ini juga bisa menangkap gelombang elektromaknetik dari satelit, sehingga bisa menangkap 35 saluran televisi," ujar Minto.

 Minto mengakui, kompor tenaga surya berfungsi ganda yang dihasilkannya memang tidak praktis. "Memang perlu penyempurnaan, supaya lebih praktis," ujarnya. Kompor tenaga surya hasil buah karya Minto ini, tidak hanya dinikmati tetangga-tetangga dekatnya, tetapi juga oleh para pembelinya. Maukah CGI, World Bank, ADB atau UNDP membantu membiayai usaha2 Minto yang brilian ini??(di sarikan dari Kompas. 10 Agustus 1997)



Kembali ke Daftar Isi