Rabo, 15 Januari 2005
Malang, Ruang aula Radio MAS FM, Jalan DR Cipto Malang penuh sesak
dengan audiens yang sbagian besar praktisi jurnalis elektronik dan
kalangan budayawan di wilayah Malang Raya.Sekitar 51 orang memenuhi
ruangan tersebut dan mengikuti kegiatan "Diskusi Publik Bersama
Budayawan" yang digelar IGAMA Malang. Kegiatan diskusi tersebut
mencoba mengupas peran serta budaya dalam upaya penanggulangan HIV/AIDSdi
Wilayah Malang Raya.
Menurut Mamad selaku Program Manager IGAMA,
"Kegiatan ini memang telah teragendakan dalam program HIV/AIDS IGAMA.
Setela beberapa waktu lalu megadakan kegiatan serupa untuk kalangan
wartawan yang membicarakan dampak dan peran media massa dalam
stigmatisasi penderita HIV/AIDS. Maka kali ini sesuai dengan
keinginan dan permintaan dari rekan-rekan pers elektronik dan
kalangan budayawan, maka diskusi ini kami gelar dengan tema yang
berbeda".
Kegiatan diskusi ini dipandu oleh Diah, kru
MAS FM serta dimoderatori oleh Syaiful Arief yang juga Direktur
Program IGAMA. Acara yang dibuka tepat jam 20.00 ini memang
berlangsung dalam suasana yang gayeng dan jauh terkesan formal.
Didaului oleh pemaparan fakta tentang budaya Indonesia yang
menempatkan posisi transgender pada posisi yang sakral dan mulia di
kalangan masyarakat Sulawesi. Selain itu fenomena budaya warok
dengan gemblakannya yang diakui dan menjadi salah satu aset di bumi
Ponorogo juga dikupas tuntas.
"Sebenarnya, bukan masalah perilaku
seksual seseorang yang ditempatkan pada permasalahan politik
bernegara. Karena ketika dominasi mayoritas menjajah minoritas, maka
yang terjadi adalah penindasan pada mereka yang dianggap minoritas,
sehingga terjadi penindasan dan stigma negatif," ujar salah satu
budayawan alumnus IAIN Malang ini.
Acara yang berlangsung cukup panas ini
terpaksa dihentikan dan diakhiri karena waktu yang tersedia tidak
mencukupi. "Mungkin kita bisa berdiskusi banyak melalui talkshow via
on air radio MAS FM tiap Jumat malam" ujar Diah, yang sekaligus
moderator malam itu.
|