IGAMA MALANG


SEPUTAR IGAMA
Sejarah IGAMA
Profil IGAMA 
Visi dan Misi
Program Kegiatan
Foto Kegiatan

INFO HIV-AIDS
Info Dasar HIV/AIDS
Cara Penularan
Cara Pencegahan
Terapi AIDS
Rujukan Klinik
Berita Seputar AIDS
Tes Darah
Infeksi Menular Sexual
Kelompok Dukungan

TANYA JAWAB
Konsultasi Kesehatan
Konsultasi Seksual

TIPS DAN TRIK
Negoisasi Kondom
Cari kenalan baru
Hubungan Seks Aman & Nyaman
    KELOMPOK DUKUNGAN

duet72_small.jpg

Di berbagai kota di Indonesia Sudah makin banyak LSM atau kelompok pendamping orang-orang HIV/AIDS (ODHA). Sebagian memperlakukan ODHA yang didampingi sebagai aset mereka. Ini mendorong munculnya kelompok-kelompok dukungan sebaya para ODHA sendiri.

Saya membentuk Kelompok Dukungan Bali + karena adanya kebutuhan para ODHA di Bali untuk bisa memberdayakan diri sendiri. Dahulu saya adalah relawan Yayasan Citra Usadha pimpinan dr Tuti Parwati. Saya amat senang menghargai dr Tuti yang berbesar hati merelakan saya mendirikan organisasi diri sendiri," tutur Ayu (28), Direktur Bali+ yang bulan lalu tampil sebagai bintang iklan layanan masyarakat (LSM) HIV/AIDS bersama aktris Nurur Arifin.

ILM yang diciptakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali itu sempat ditanyakan selama tiga pekan oleh RCTI dan TPI bulan Oktober lalu. Kabarnya, beberapa stasiun TV swasta lain berniat menayangkan lagi ILM tadi pada sekitar Hari AIDS Sedunia 1 Desember ini yang kebetulan bertema "Tetap Hidup Dengan Tegar" (Live, and let Live) yang juga memfokuskan pada kampanye anti Stigma dan Diskriminasi terhadap para ODHA dan kerabatnya.

Ayu sendiri terinfeksi HIV, virus penyebab AIDS, dari suaminya yang belakangan baru diketahuinya adalah seorang guy. Mereka menikah 26 Oktober 1995, tapi segera pula Ayu menjanda karena suaminya meninggal karena AIDS pada 20 November 1996. Ayu sempat melahirkan seorang putra pada 31 Agustus 1996.

"Saya diberitahu oleh dr Tuti bahwa saya HIV positif waktu saya hamil sembilan bulan, lalu diberi obat AZT yang ternyata untuk mendorong anak saya agar tidak tertular HIV. Waktu itu saya benar-benar tidak tahu apa itu HIV dan AIDS. Saya juga tidak mengerti apa itu guy, yang saya tahu suami saya dingin-dingin saya," kisahnya.

Sebagai perempuan Bali, Ayu kerap merasa dirinya terperangkap oleh adat dan tradisi. Ia harus tinggal di rumah mertuanya, melakukan mebanten (sembahyang) dan mrajan (merawat pura keluarga). Sedangkan keluarga suaminya belum kelewat mendukung ia untuk tampil di depan umum sebagai ODHA. Bahkan anak kandungnya coba dijauhkan dari dirinya. Ayu sempat meneteskan air mata ketika anaknya mencoba bergelayut dipangkuannya ditarik paksa oleh seorang kerabat suaminya. Diskriminasi justru terjadi di dalam keluarga. Ayu memang tak beruntung seperti Suzana Murni yang mendapat dukungan penuh dari keluarga intinya.

"Mbak Suzan mengerti apa yang saya alami dan mengapa saya belum bisa tampil maksimal seperti dia," kata Ayu.

Betapapun, Ayu sudah mewarisi semangat Suzana Murni Bali+ kini menjadi kelompok dukungan sebaya bagi beberapa ODHA, termasuk seorang waria yang namanya masih minta disamarkan walaupun sudah bersedia di foto untuk kegiatan pameran kehidupan foto keluarga ODHA seluruh Indonesia yang sudah tampil berani.

"Anak saya adalah poster hidup" demikian pengakuan Ny Sri Daryanti (45) tentang anaknya, Andreas Pundung Setiawan (25) dalam sebuah dialog interaktif "Seputar AIDS dan permasalahannya" yang diadakan PMI Tangerang di Supermall Karawaci tanggal 21 Juli lalu. Ketika itu Andreas masih belum bersedia tampil secara penuh di Trans TV. Diberbagai pertemuan mereka bersedia juga dipotret wartawan.

Andreas yang mengaku tertular HIV dari kebiasaannya menggunakan narkotik suntik kini bergabung dalam Pelita Plus, kelompok dukungan sebaya ODHA yang difasilitasi oleh Yayasan Pelita Ilmu. Duda muda dan beranak satu ini pernah bekerja sebagai karyawan laboraturium teknik di Universitas Pelita Harapan. Sekarang Andreas mengangur, ia ingin membuka bengkel, namun ia tak mempunyai modal awal untuk mewujudkan niatnya itu. "Saya mau mengisi sisa hidup saya dengan sesuatu yang bermakna. Saya siap memberi testimoni di mana saja asal jangan banyak kaum muda yang tertular HIV seperti saya." Katanya.

Pengakuan senada diberikan oleh dua orang mantan pecandu narkotik suntik di Denpasar dan Yogya. Rio (23)-bukan nama sebenarnya-kini aktif dalam program pendampingan untuk para junkies di sebuah yayasan untuk pengurangan dampak buruk jarum suntik narkotik (IDU harm reduction) di Denpasar. Sedang Hendrianto (32) malah sejak Desember 2001 lalu mendirikan kelompok dukungan sebaya ODHA bernama JOY (Jaringan ODHA Yogyakarta)dan sekaligus menjadi koordinator programnya.

Ia sendiri sempat kaget dan depresi ketika hasil tes darahnya tahun 1999 dinyatakan positif mengandung antibody HIV. Namun ia tak lama melanda suasana tak mengenakkan itu. Seorang kakaknya menjelaskan kepadanya apa itu HIV dan AIDS. Yang lebih penting ia diperlakukan biasa-biasa saja oleh keluarganya, semua mendukung dirinya.

"Sejak saat itu, saya kembali optimis, bahkan pada akhirnya saya berani mengatakan bahwa saya adalah ODHA," tuturnya Hendrianto adalah salah satu dari sekitar 40-an ODHA di Yogya.

Menurut Hendrianto, saat ini semua anggota JOY adalah ODHA, hanya satu yang bukan, yaitu Ayifarida Nawawi, aktivis yang menjadi pendamping ODHA di Jogya sebelum mereka satu sama lain mengenal. Seminggu sekali JOY mengadakan sharing class yang hanya di ikuti oleh ODHA "Ternyata ini ada kerugiannya, karena akhirnya semua orang tahunya JOY itu yang isinya ODHA semua. Ini membuat teman-teman ODHA yang belum coming out segan datang kesekertariat karena takut bertemu orang lain yang berkunjung ke JOY," kisah Hendrianto

Untuk mengatasi masalah ini, JOY mau mengikuti pengalaman Yayasan Pelita Ilmu yang melibatkan relawan non-ODHA. JOY juga merencanakan untuk merekrut relawan non-ODHA sehingga akan cukup tersamar mana yang positif dan mana yang bukan. Sekertariat JOY saat ini menumpang di salah satu ruang sebuah lembaga pers ternama di Yogya.

Kalau ada yang bertanya organisasi mana yang berpengalaman di Indonesia dalam mendirikan pendampingan dan dukungan para ODHA, maka jawabannya memang Yayasan Pelita Ilmu (YPI). Sejak tahun 1994 sehingga September 2002 setidaknya 558 ODHA Pernah bergabung dalam layanan Sangar Kerja YPI atau paling tidak berhubungan dengan YPI. Suzana Murni dan Yuni kini aktif di Spiritia adalah dua diantaranya. Jika Suzana kemudian membentuk kelompok dukungan sebaya ODHA sendiri, lebih karena tokoh ini memang mempunyai kapasitas pribadi dan kepemimpinan yang kuat. Suzana ingin memberdayakan dirinya sendiri dan sesama ODHA yang seide dengan dirinya.

Sementara pada ODHA yang lain masih didukung YPI jumlahnya terus bertambah. Mereka pun mulai merasakan kebutuhan yang sama untuk berperan lebih aktif di Sangkar kerja YPI. Tanggal 1 September yang lalu mereka kemudian membentuk Pelita Plus dan di ketuai oleh Muklisin. Memang pernah ada kritik terhadap YPI yang pada tahun awal dianggap menjadikan para ODHA sebagai aset yayasan ini. Kalau ada wartawan yang mewawancarai ODHA yang didampingi YPI harus diseleksi dengan ketat, bahkan harus berputar-putar agar kehilangan orientasi di mana letak Sanggar Kerja YPIdi kawasan Tebet. Namun kini YPI sudah jauh berkembang dan mulai "menyapih" ODHA yang didukungnya.

Hal ini justru masih kurang terlihat di beberapa LSM pendamping ODHA itu adalah hak milik atau aset LSM, padahal ODHA itu milik diri sendiri. Di tingkat Internasional ada pedoman tentang GIPA, Greater Involvement of people with AIDS yang menganjurkan agar para ODHA didorong untuk mengorganisasi diri sendiri. Orang-orang yang non-ODHA hanya memfasilitasi dan menanyakan apa apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh para ODHA," Tutur Daniel Marguari, Projeck Koordinator Yayasan Spiritia.

Spiritia sendiri sekarang menjadi sekertariat untuk Jaringan ODHA Nasional. Para aktivisnya beberapa bulan terakhir ini sudah dan masih akan melakukan road show ke berbagai daerah untuk memfasilitasi terbentuknya atau peningkatan fasilitas kelompok dukungan sebaya ODHA, antara lain di Batam, Yogya, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makasar, Kupang hingga Jaya Pura dan Merauke.

Di Batam misalnya berdiri LSM pendamping ODHA bernama Point Plus yang diprakarsai oleh dr Fransisca Tanzil bersama teman-teman seide "Komunitas ini kita harapkan bisa menjadi sarana bagi ODHA atau masyarakat lain untuk sama-sama perduli menaggulangi dan mencegah HIV/AIDS. Sebagian besar masyarakat Batam masih mempersepsikan ODHA harus diasingkan karena membawa aib. Sebenarnya saya dan teman-teman sudah sering melakukan penyuluhan, tapi masih saja persepsi jelek itu belum disa di singkirkan," tutur dr Sisca. Di Batam kini ada sekitar 11 orang yang terkena HIV, tiga diantaranya sudah memasuki taraf AIDS.

Lain lagi dengan Makasar. Selama ini para ODHA yang terinfeksi HIV karena profesinya menjadi pekerja seks didukung oleh KRA-AIDS (Kelompok Relawan Antisipasi AIDS) sedang para waria pekerja seks yang HIV positif, umumnya didampingi oleh gaya Celebes, organisasi kaum guy. Kedua kelompok ODHA ini biasa bertemu dan berdiskusi, hingga akhirnya mereka sepakat membentuk sebuah kelompok dukungan sebaya ODHA bernama Saribatang, yang dalam bahasa Makasar berarti persaudaraan atau saudara Marry seorang waria penggegas berdirinya Saribattang menyatakan, anggota kelompoknya saat ini baru enam orang, lima diantaranya waria.

Sementara di Jayapura ada JSG (Jayapura Support Group) yang belum berbadan hukum sehingga sehingga sulit memperoleh dana LSM AIDS yang sudah mapan. Padahal ada beberapa ODHA dari kelompok ekonomi lemah yang didukung. Mereka umumnya adalah ODHA yang pernah di rawat di RSUD Jayapura yang kemudian sering dikunjungi oleh suster Siti Solothief di rumah mereka Suster inilah yang kemudian mendirikan JSG. Ketika Kompas mewawancarai dua orang ODHA dukungan JSG, pengurusnya mencatat dan merekam jalannya wawancara. Kalau untuk melindungi ODHA dari sensasionalisme wartawan, itu sah-sah saja. Namun yang tersirat justru kelewat protektif kepada para ODHA yang harus diberdayakan


 

    FILOSOFI:
    Tuhan menciptakan manusia ke panggung dunia sesuai dengan peran dan lakon yang harus dijalaninya. Maka, kita hanyalah sebatas menjalani peran dan lakon tersebut tanpa mampu menolak.