Di berbagai kota di Indonesia
Sudah makin banyak LSM atau kelompok pendamping orang-orang HIV/AIDS (ODHA).
Sebagian memperlakukan ODHA yang didampingi sebagai aset mereka. Ini
mendorong munculnya kelompok-kelompok dukungan sebaya para ODHA sendiri.
Saya membentuk Kelompok Dukungan Bali + karena adanya kebutuhan para ODHA di
Bali untuk bisa memberdayakan diri sendiri. Dahulu saya adalah relawan
Yayasan Citra Usadha pimpinan dr Tuti Parwati. Saya amat senang menghargai
dr Tuti yang berbesar hati merelakan saya mendirikan organisasi diri sendiri,"
tutur Ayu (28), Direktur Bali+ yang bulan lalu tampil sebagai bintang iklan
layanan masyarakat (LSM) HIV/AIDS bersama aktris Nurur Arifin.
ILM yang diciptakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali itu
sempat ditanyakan selama tiga pekan oleh RCTI dan TPI bulan Oktober lalu.
Kabarnya, beberapa stasiun TV swasta lain berniat menayangkan lagi ILM tadi
pada sekitar Hari AIDS Sedunia 1 Desember ini yang kebetulan bertema "Tetap
Hidup Dengan Tegar" (Live, and let Live) yang juga memfokuskan pada kampanye
anti Stigma dan Diskriminasi terhadap para ODHA dan kerabatnya.
Ayu sendiri terinfeksi HIV, virus penyebab AIDS, dari suaminya yang
belakangan baru diketahuinya adalah seorang guy. Mereka menikah 26 Oktober
1995, tapi segera pula Ayu menjanda karena suaminya meninggal karena AIDS
pada 20 November 1996. Ayu sempat melahirkan seorang putra pada 31 Agustus
1996.
"Saya diberitahu oleh dr Tuti bahwa saya HIV positif waktu saya hamil
sembilan bulan, lalu diberi obat AZT yang ternyata untuk mendorong anak saya
agar tidak tertular HIV. Waktu itu saya benar-benar tidak tahu apa itu HIV
dan AIDS. Saya juga tidak mengerti apa itu guy, yang saya tahu suami saya
dingin-dingin saya," kisahnya.
Sebagai perempuan Bali, Ayu kerap merasa dirinya terperangkap oleh adat dan
tradisi. Ia harus tinggal di rumah mertuanya, melakukan mebanten (sembahyang)
dan mrajan (merawat pura keluarga). Sedangkan keluarga suaminya belum
kelewat mendukung ia untuk tampil di depan umum sebagai ODHA. Bahkan anak
kandungnya coba dijauhkan dari dirinya. Ayu sempat meneteskan air mata
ketika anaknya mencoba bergelayut dipangkuannya ditarik paksa oleh seorang
kerabat suaminya. Diskriminasi justru terjadi di dalam keluarga. Ayu memang
tak beruntung seperti Suzana Murni yang mendapat dukungan penuh dari
keluarga intinya.
"Mbak Suzan mengerti apa yang saya alami dan mengapa saya belum bisa tampil
maksimal seperti dia," kata Ayu.
Betapapun, Ayu sudah mewarisi semangat Suzana Murni Bali+ kini menjadi
kelompok dukungan sebaya bagi beberapa ODHA, termasuk seorang waria yang
namanya masih minta disamarkan walaupun sudah bersedia di foto untuk
kegiatan pameran kehidupan foto keluarga ODHA seluruh Indonesia yang sudah
tampil berani.
"Anak saya adalah poster hidup" demikian pengakuan Ny Sri Daryanti (45)
tentang anaknya, Andreas Pundung Setiawan (25) dalam sebuah dialog
interaktif "Seputar AIDS dan permasalahannya" yang diadakan PMI Tangerang di
Supermall Karawaci tanggal 21 Juli lalu. Ketika itu Andreas masih belum
bersedia tampil secara penuh di Trans TV. Diberbagai pertemuan mereka
bersedia juga dipotret wartawan.
Andreas yang mengaku tertular HIV dari kebiasaannya menggunakan narkotik
suntik kini bergabung dalam Pelita Plus, kelompok dukungan sebaya ODHA yang
difasilitasi oleh Yayasan Pelita Ilmu. Duda muda dan beranak satu ini pernah
bekerja sebagai karyawan laboraturium teknik di Universitas Pelita Harapan.
Sekarang Andreas mengangur, ia ingin membuka bengkel, namun ia tak mempunyai
modal awal untuk mewujudkan niatnya itu. "Saya mau mengisi sisa hidup saya
dengan sesuatu yang bermakna. Saya siap memberi testimoni di mana saja asal
jangan banyak kaum muda yang tertular HIV seperti saya." Katanya.
Pengakuan senada diberikan oleh dua orang mantan pecandu narkotik suntik di
Denpasar dan Yogya. Rio (23)-bukan nama sebenarnya-kini aktif dalam program
pendampingan untuk para junkies di sebuah yayasan untuk pengurangan dampak
buruk jarum suntik narkotik (IDU harm reduction) di Denpasar. Sedang
Hendrianto (32) malah sejak Desember 2001 lalu mendirikan kelompok dukungan
sebaya ODHA bernama JOY (Jaringan ODHA Yogyakarta)dan sekaligus menjadi
koordinator programnya.
Ia sendiri sempat kaget dan depresi ketika hasil tes darahnya tahun 1999
dinyatakan positif mengandung antibody HIV. Namun ia tak lama melanda
suasana tak mengenakkan itu. Seorang kakaknya menjelaskan kepadanya apa itu
HIV dan AIDS. Yang lebih penting ia diperlakukan biasa-biasa saja oleh
keluarganya, semua mendukung dirinya.
"Sejak saat itu, saya kembali optimis, bahkan pada akhirnya saya berani
mengatakan bahwa saya adalah ODHA," tuturnya Hendrianto adalah salah satu
dari sekitar 40-an ODHA di Yogya.
Menurut Hendrianto, saat ini semua anggota JOY adalah ODHA, hanya satu yang
bukan, yaitu Ayifarida Nawawi, aktivis yang menjadi pendamping ODHA di Jogya
sebelum mereka satu sama lain mengenal. Seminggu sekali JOY mengadakan
sharing class yang hanya di ikuti oleh ODHA "Ternyata ini ada kerugiannya,
karena akhirnya semua orang tahunya JOY itu yang isinya ODHA semua. Ini
membuat teman-teman ODHA yang belum coming out segan datang kesekertariat
karena takut bertemu orang lain yang berkunjung ke JOY," kisah Hendrianto
Untuk mengatasi masalah ini, JOY mau mengikuti pengalaman Yayasan Pelita
Ilmu yang melibatkan relawan non-ODHA. JOY juga merencanakan untuk merekrut
relawan non-ODHA sehingga akan cukup tersamar mana yang positif dan mana
yang bukan. Sekertariat JOY saat ini menumpang di salah satu ruang sebuah
lembaga pers ternama di Yogya.
Kalau ada yang bertanya organisasi mana yang berpengalaman di Indonesia
dalam mendirikan pendampingan dan dukungan para ODHA, maka jawabannya memang
Yayasan Pelita Ilmu (YPI). Sejak tahun 1994 sehingga September 2002
setidaknya 558 ODHA Pernah bergabung dalam layanan Sangar Kerja YPI atau
paling tidak berhubungan dengan YPI. Suzana Murni dan Yuni kini aktif di
Spiritia adalah dua diantaranya. Jika Suzana kemudian membentuk kelompok
dukungan sebaya ODHA sendiri, lebih karena tokoh ini memang mempunyai
kapasitas pribadi dan kepemimpinan yang kuat. Suzana ingin memberdayakan
dirinya sendiri dan sesama ODHA yang seide dengan dirinya.
Sementara pada ODHA yang lain masih didukung YPI jumlahnya terus bertambah.
Mereka pun mulai merasakan kebutuhan yang sama untuk berperan lebih aktif di
Sangkar kerja YPI. Tanggal 1 September yang lalu mereka kemudian membentuk
Pelita Plus dan di ketuai oleh Muklisin. Memang pernah ada kritik terhadap
YPI yang pada tahun awal dianggap menjadikan para ODHA sebagai aset yayasan
ini. Kalau ada wartawan yang mewawancarai ODHA yang didampingi YPI harus
diseleksi dengan ketat, bahkan harus berputar-putar agar kehilangan
orientasi di mana letak Sanggar Kerja YPIdi kawasan Tebet. Namun kini YPI
sudah jauh berkembang dan mulai "menyapih" ODHA yang didukungnya.
Hal ini justru masih kurang terlihat di beberapa LSM pendamping ODHA itu
adalah hak milik atau aset LSM, padahal ODHA itu milik diri sendiri. Di
tingkat Internasional ada pedoman tentang GIPA, Greater Involvement of
people with AIDS yang menganjurkan agar para ODHA didorong untuk
mengorganisasi diri sendiri. Orang-orang yang non-ODHA hanya memfasilitasi
dan menanyakan apa apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh para ODHA," Tutur
Daniel Marguari, Projeck Koordinator Yayasan Spiritia.
Spiritia sendiri sekarang menjadi sekertariat untuk Jaringan ODHA Nasional.
Para aktivisnya beberapa bulan terakhir ini sudah dan masih akan melakukan
road show ke berbagai daerah untuk memfasilitasi terbentuknya atau
peningkatan fasilitas kelompok dukungan sebaya ODHA, antara lain di Batam,
Yogya, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makasar, Kupang hingga Jaya Pura dan
Merauke.
Di Batam misalnya berdiri LSM pendamping ODHA bernama Point Plus yang
diprakarsai oleh dr Fransisca Tanzil bersama teman-teman seide "Komunitas
ini kita harapkan bisa menjadi sarana bagi ODHA atau masyarakat lain untuk
sama-sama perduli menaggulangi dan mencegah HIV/AIDS. Sebagian besar
masyarakat Batam masih mempersepsikan ODHA harus diasingkan karena membawa
aib. Sebenarnya saya dan teman-teman sudah sering melakukan penyuluhan, tapi
masih saja persepsi jelek itu belum disa di singkirkan," tutur dr Sisca. Di
Batam kini ada sekitar 11 orang yang terkena HIV, tiga diantaranya sudah
memasuki taraf AIDS.
Lain lagi dengan Makasar. Selama ini para ODHA yang terinfeksi HIV karena
profesinya menjadi pekerja seks didukung oleh KRA-AIDS (Kelompok Relawan
Antisipasi AIDS) sedang para waria pekerja seks yang HIV positif, umumnya
didampingi oleh gaya Celebes, organisasi kaum guy. Kedua kelompok ODHA ini
biasa bertemu dan berdiskusi, hingga akhirnya mereka sepakat membentuk
sebuah kelompok dukungan sebaya ODHA bernama Saribatang, yang dalam bahasa
Makasar berarti persaudaraan atau saudara Marry seorang waria penggegas
berdirinya Saribattang menyatakan, anggota kelompoknya saat ini baru enam
orang, lima diantaranya waria.
Sementara di Jayapura ada JSG (Jayapura Support Group) yang belum berbadan
hukum sehingga sehingga sulit memperoleh dana LSM AIDS yang sudah mapan.
Padahal ada beberapa ODHA dari kelompok ekonomi lemah yang didukung. Mereka
umumnya adalah ODHA yang pernah di rawat di RSUD Jayapura yang kemudian
sering dikunjungi oleh suster Siti Solothief di rumah mereka Suster inilah
yang kemudian mendirikan JSG. Ketika Kompas mewawancarai dua orang ODHA
dukungan JSG, pengurusnya mencatat dan merekam jalannya wawancara. Kalau
untuk melindungi ODHA dari sensasionalisme wartawan, itu sah-sah saja. Namun
yang tersirat justru kelewat protektif kepada para ODHA yang harus
diberdayakan
|