HOME

Arsip: Milis Diskusi e-BinaGuru <gabung: subscribe-i-kan-binaguru@xc.org>

Subject: HS3:(lihat juga HS1 / HS2)

Tanggal: 27 Oktober 2005

Oleh: Meilania <meilania@telkom.net>

 

Dear friends ...

Mumpung semalam baru ngetik ttg Sejarah Sekolah dari Prussia, ini saya sambung
lagi tulisan ttg HomeSchooling dan memaparkan beda kedua sistem ini.

Gordon Dryden dan Jeannette Vos, dalam bukunya "The Learning Revolution"
abis-abisan ngritik sistem sekolah konvensional. Mereka menyebutkan:

"Sistem terbaik di dunia selalu diprogram untuk berhasil.
Kebanyakan sistem pendidikan saat ini diprogram untuk gagal."

Masih ingat tujuan mula-mula sekolah dari Prussia kan? Wajar kalo emang
dirancang untuk "menggagalkan" sebagian besar murid-muridnya. Dan yang sampai
saat ini masih kita terapkan di sekolah2 kita (mulai SD hingga Perguruan Tinggi)
adalah penerapan sistem RANKING siswa berdasarkan sebaran nilai akademik siswa
dalam satu kelas. Sistemnya jelas kompetisi antar siswa. Bila kita mau jadi yang
terbaik, ya harus masuk ke area, katakanlah 10% tertinggi. Banyak perguruan
tinggi memberi beasiswa kepada siswa berprestasi yang menduduki ranking 1-10 di
sekolah asalnya, atau 10% terbaik, misalnya. Ini contoh bahwa bell-curve / kurva
normal acapkali digunakan untuk "menyeleksi" siswa.

Bila kita mundur satu langkah, bagaimana bisa terjadi sebaran kurva normal?
Lha karena memang soal ujian yang dianggap BAIK adalah soal ujian yang mampu
membuat siswa-siswa yang mengikuti ujian tsb ter-DISTRIBUSI secara normal :-)
Dalam bahasa sehari-hari, begini: bila soal ujian A ternyata membuat hampir
seluruh siswa dalam 1 kelas dapat nilai yang tinggi, 100 / 90 / 80 maka kita
bilang, Waaaah, itu soalnya terlalu mudah!. Bila soal ujian B ternyata membuat
hampir seluruh siswa mendapat nilai rendah, 20 / 30 / 40 ... kita mengeluh lagi,
Aduuuh ... gurunya killer sih, soalnya susaaaaah. Tapi bila soal ujian C
ternyata membuat sebagian kecil siswa dapat nilai jelek, sebagian kecil siswa
dapat nilai tinggi, dan sebagian besar dapat nilai sedang-sedang ... barulah
kita lega :-) Dan jujur saja, memang SOAL UJIAN yang dibilang bagus ya yang
kayak gini ini, yang bisa membuat sebagian besar siswanya masuk dalam kelompok
RATA-RATA, trus sebagian kecil ke dalam kelompok KURANG, dan sebagian kecil
dalam kelompok BERPRESTASI.

Jadi ... kita ini korban konsep distribusi normal yang diaplikasikan dalam dunia
pendidikan :-)
Tidak heran, bila dalam banyak pertemuan saya bertanya "Siapa yang merasa
dirinya cerdas" biasanya kaga ada yang angkat tangan. Sebaliknya, bila saya
tanya "Siapa yang merasa dirinya tidak cerdas" juga tidak ada yang angkat
tangan. Lha terus apa? .... Jawabnya "Biasa-biasa saja" ... he he hee.

Bettie B. Youngs menyebutkan PERCAYA DIRI adalah intisari rahasia belajar.
Apakah anak-anak kita menumbuhkan rasa percaya diri nya di sekolah?
YA, tapi hanya bagi mereka yang masuk ke area berprestasi dalam kurva normal :-)
Sebagian besar, yang tersisihkan oleh sistem kompetisi ini biasanya mempunyai
pengalaman yang kurang menyenangkan dg apa yang disebut "percaya diri".

Sebaliknya, sistem HomeSchooling, menjamin 100% sikap Percaya Diri ini dalam
proses belajar mengajarnya. Bagaimana tidak? Saat orang tua memutuskan untuk
menerapkan HS, pastilah terlebih dulu orang tua bergumul dg berbagai hal yang
sulit, salah satunya dalah rasa Percaya Diri (yg sempat tergoyahkan) - mampukah
aku mendidik anak-anakku? Bagaimana bila ternyata aku tidak bisa? Aku bukan
guru, aku tidak berpendidikan terlalu tinggi, mampukah aku? Pertanyaan2 ini
sempat menjadi pergumulan bagi banyak orang tua sebelum menerapkan HS. Tetapi,
saat mereka akhirnya mengambil keputusan dan komitmen, mereka mengajar
anak-anaknya dengan PENUH PERCAYA DIRI "Aku bisa dan aku akan memberikan yang
terbaik untuk anakku". Engga perlu diajar teori ttg Percaya Diri, si anak
langsung meneladani orang tuanya yang terlebih dahulu lulus ujian "percaya diri"
ini :-)

Tidak heran, mengapa anak-anak HS secara umum tidak kalah prestasinya, bahkan
lebih baik dari teman-teman mereka yang ber-sekolah. Karena memang rasa Percaya
Diri ini penting, bahkan sangat menentukan keberhasilan, tidak hanya dalam dunia
akademik tapi juga dalam kehidupan sosial.

HS, hampir bisa dipastikan, menyediakan lingkungan yang lebih baik dan lebih
cocok buat anak-anak kita dibanding sekolah (pada umumnya) DAN menerapkan sistem
yang mengupayakan agar seluruh siswanya BERHASIL - beda banget ama sistem
Sekolah Konvensional, yang malah membuat sedemikian rupa agar ter-distribusi
secara normal :-) yang mengakibatkan ambrolnya rasa percaya diri anak-anak kita
karena dituntut untuk selalu bersaing dan bersaing tapi hanya ada tempat sekitar
10-20% untuk bisa dibilang "pinter" :-(

"Setiap perubahan ara pendidikan yang positif yang telah kami teliti di seluruh
dunia selalu dimulai dari penghargaan diri - atau citra diri" Gordon Dryden dan
Jeannette Vos

Adakah kita masih mau berdiam diri, sementara citra diri anak-anak kita
digerogoti hari demi hari selama mereka menghabiskan waktunya di sekolah?
Tidakkah sudah waktunya kita memberikan "antivirus" pada anak-anak ini? Supaya
dg percaya diri yang sehat, mereka bisa menapak kehidupan ini dengan lebih baik.

Terima kasih kepada Ibu Ine yang mengirimkan informasi situs anaknya yang masih
berusia 6 tahun dan memiliki prestasi serta pengalaman belajar yang luar biasa.
Teman-teman, silakan check URL berikut, saya sungguh sangat terkesan, dan besar
harapan saya, Ibu Ine bisa sharing pada kita semua, bagaimana pengalaman
menerapkan HomeSchooling selama ini.

http://homeschoolindonesia.blogspot.com/com

Tuhan memberkati,
Moderator (meilania).