HOME

Kembali ke Materi Multiple Intelligences

PAPUA        dusun RANUPANI        anak-anak di daerah pinggiran kota

 

CATATAN  HARIAN  Rekan AYU

Saat melayani di TK Harapan Bangsa, desa Ranupani, Peg. Tengger, Jawa Timur

 

APLIKASI Multiple Intelligences

untuk pendidikan anak-anak pra-sejahtera

 

PENGANTAR

Model “mengajar” yang paling efektif untuk anak BALITA, yang menurut Howard Gardner berada dalam Tahap EKSPLORASI, adalah “bermain bebas”. Namun, di dalam “bermain bebas” ini, Guru telah terlebih dahulu menyiapkan beragam mainan yang seluruhnya mewakili semua (atau sebanyak mungkin) Jenis Kecerdasan. Model MI inilah yang diterapkan oleh Rekan AYU (selaku utusan HLLC Semarang dan Tim PPK e-BinaGuru) untuk melayani anak-anak prasejahtera di desa Ranupani.

 

Ranu Pani, 9 Juni 2005

 

Puji Tuhan sepanjang hari ini saya tetap sehat dan menikmati berkat Tuhan yang luar biasa. Pagi ini saya mengajar dan saya coba untuk menerapkan tehnik MI dalam mengajar. Selesai Bu Nunuk memimpin doa dan menyanyi kemudian diserahkan kepada saya. Saya beri waktu anak-anak untuk bermain terlebih dahulu dan kalau kemarin-kemarin guru yang memilihkan mainan untuk anak kali  ini saya bebaskan anak-anak untuk memilih mainan yang mereka sukai. Saya juga ajari anak-anak untuk mengambil mainan dari tempatnya kemudian membereskannya kembali.

 

Cut

Ada yang sudah bosan bermain saya ajari untuk menempel sticker Dora kemudian anak yang lainpun ikut-ikutan. Ternyata mereka bisa mengurutkan angka walaupun memang ada beberapa yang belum bisa tetapi mereka paham dengan instruksi saya. Anak-anak pulang dengan membawa hasil mereka masing-masing dan sangat senang. Pelajaran mengenal angka hari ini berhasil tanpa memaksa anak untuk menulis.

Pulang dari sekolah saya bisa melanjutkan untuk memplester kembali karena lakban sudah ada. Udara yang sangat dingin membuat tulang-tulang saya terasa sangat sakit. Tetapi saya tetap semangat dan tidak akan membiarkan tubuh saya menyerah dengan keadaan.

 

Ranu Pani, 10 Juni 2005

 

Puji Tuhan saya memperoleh kemenangan melewati sepanjang hari ini.

Di sekolah tadi pagi saya pasang poster-poster yang sudah selesai saya plester. Reaksi pertama anak-anak ketika datang adalah luar biasa senang kemudian mereka melihat-lihat dan menyebutkan gambar-gambar yang mereka tahu. Sebaian anak bermain dan sebagian lagi masih asyik memperhatikan poster-poster tersebut. Dan di tengah kesibukkan masing-masing tiba-tiba ada anak yang minta untuk menulis, saya beri anak kertas dan pensil untuk anak itu dan dia ternyata menulis nama-nama binatang seperti yang dia lihat di gambar. Akhirnya yang lainpun ingin menulis, tetapi saya tidak menentukan apa yang harus ditulis jadi ada yang menulis angka, menulis  nama binatang, menulis nama sayur-sayuran bahkan ada yang minta diajari menulis nama anggota keluarganya ada juga yang menggambar.Bu Nunuk jadi heran dari bermain-main anak minta untuk menulis pada hal sebelumnya harus dipaksakan kalau mau menulis tetapi hari ini anak belajar menulis dengan senang hati. Saya sangat senang sekali dan puas dengan apa yang dilakukan oleh anak-anak.

 

Cut

 

Ranu Pani, 11 Juni 2005

 

Hari ini saya sangat senang karena anak-anak yang sudah lama tidak masuk sekolah, seminggu ini sudah aktif datang sekolah lagi. Anak-anak itu tidak hanya mau datang ke sekolah tetapi juga mau belajar bahkan ada diantara salah satu anak itu yang berkata kepada saya “age a bu ajarono  aku” (ayolah Bu ajari aku). Mereka banyak tertolong dengan gambar-gambar yang ada di dinding dan hal itu memberi rangsangan tersendiri bagi anak untuk belajar.

 

Cut

 

Lumajang, 13 Juni 2005

 

Pagi tadi Bu Sri sudah masuk lagi dan ketika diberitahu oleh Bu Nunuk cara mengajar yang baru dia juga merasa heran dan seakan-akan tidak percaya dengan mengatakan “wah yo enak gurune mung meneng wae” (wah ya enak gurunya diam saja). Saya juga mendengar dari Bu Nunuk kalau orangtua ada yang bilang “Bu kok mung dijak dolinan ae gak diajari nulis” (Bu kok hanya diajak mainan saja tidak diajari menulis). Tetapi Bu Nunuk sudah menjelaskan dan memberi bukti kalau anaknya juga belajar menulis bahkan lebih bagus. Ternyata kemarin-kemarin ibu-ibu banyak yang mengantar anak-anaknya itu memperhatikan saya mengajar. Dan setelah itu memang tidak ada orang tua yang mengantar anaknya dan dulu-dulunya juga tidak ada yang mengantar yang ada malah anak belum selesai sekolah sudah dijemput duluan diajak keladang. Dan satu hal lagi orang tua juga senang karena banyak mainan di sekolah.

Anak-anak masih suka denga mainan mereka dan yang paling penting anak yang dulunya tidak suka menulis menjadi senang menulis karena ada mainan papan ajaib,anak mau menulis apa saja di papan itu dan mainan itu yang paling sering menjadi rebutan karena memang hanya ada dua. Yang menyukai mainan ini justru anak-anak yang kecil tetapi kalau yang besar maunya menulis di buku atau kertas. Anak-anak juga merasa betah berada disekolah

 

Cut

 

Ranu Pani, 22 Juni 2005

 

Hari ini anak-anak belajar dengan sangat baik. Yang mau menulis saya minta mereka untuk memilih gambar yang mereka sukai di dinding kemudian minta mereka untuk menulisnya ada yang mau melipat saya bantu untuk melipat. Kalau capai menulis boleh bermain dulu atau ingin melipat juga tidak apa-apa. Melipatnya pun saya beri pilihan jdi setiap anak bisa berbeda misalnya ada yang melipat menjadi tempat foto, rumah atau apa yang diinginkan anak.

`

Cut

 

Ranu Pani, 24 Juni 2005

 

Saya menulis dibuku harian saya ini ketika saya sudah sampai di Malang.

Pagi tadi anak-anak sudah tahu kalau kami akan pulang ke Semarang dan mereka terus bertanya dan meminta kami untuk tidak pulang. Hari terakhir di Ranu Pani anak-anak senam bersama dan karena kasetnya rusak senamnya mengikuti gerakan gurunya. Prio yang memimpin senam setelah dia kehabisan gerakan saya yang melanjutkan. Selesai senam ada yang ingin menulis menggambar atau ingin bermain semuanya bebas memilih.

Kami berpamitan kepada anak-anak dan mereka minta supaya kami tidak pulang. Tetapi saya katakan kalau kami harus pulang. Selesai sekolah kami kemas-kemas dan siap untuk pulang. Ada seorang anak yang menunggui kami yaitu Sulfan. Anak yang dianggap paling bandel, nakal dan bodoh. Ehm… saya sangat terharu dia menunggu sampai kami berangkat dan memberi salam kepada kami. Perjalanan pulang dengan naik truk. Saya menerima banyak hal dari perjalanan ini dan luar biasa berkat Allah itu. Saya tersanjung dengan berkat-berkat Allah.

  

Sekilas tentang RANUPANI

 

Desa Ranu Pani terletak dikaki Gunung Semeru dan penduduknya adalah suku Tengger. Dari kota Lumajang berjarak 54 km, untuk masuk ke desa Ranu Pani harus melewati hutan lindung Semeru Tengger Bromo. Luas desa Ranu Pani ± 50 ha dengan jumlah penduduk  ± 1.700 jiwa. Mata pencaharian penduduk adalah bertani. Udara bisa mencapai -8° C di bulan Juli atau Agustus.

 

Pendidikan rata-rata masyarakat adalah SD bahkan banyak yang tidak bersekolah atau tidak lulus SD. Karena memang didesa itu hanya ada 1 SD dan 2 TK sedangkan akses kekota sangat sulit. Tetapi sebenarnya masyarakat bisa menyekolahkan anaknya sampai tingkat Perguruan Tinggi bahkan menurut pengakuan seorang warga untuk membiayai kuliah 3 orang anak sekalipun bisa. Tetapi memang kesadaran warga akan pendidikan masih sangat rendah. Ditunjang dengan budaya setempat tentang hajatan, orang bekerja seumur hidupnya hanya untuk sekali punya hajat dan itu sudah tradisi.

 

Tingkat perceraian tinggi dan masih banyak pernikahan poligami. Anak gadis yang berusia 20 tahun sudah dianggap perawan tua jadi banyak gadis atau laki-laki yang menikah terlalu muda dan mengakibatkan tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan cukup tinggi.

 

Bangunan rumah masyarakat 95% terbuat dari tembok padahal biaya pembangunan rumah 2X lipat dibandingkan di kota.

 

Sebenarnya anak-anak bisa belajar dengan baik tetapi dukungan dari keluarga sangat kurang. Ditambah dengan kurang profesionalnya guru-guru SD yang ada di Desa tersebut. Kurang profesional bukan berarti pendidikannya rendah tetapi guru kurang bisa berperan dengan maksimal. Anak yang melanjutkan sekolah di kota adalah anak-anak dari penduduk pendatang.