HOME

Arsip: Milis Diskusi e-BinaGuru <gabung: subscribe-i-kan-binaguru@xc.org>

Desember 2003

Subject: TNA-4  Parent to child effects vs Child to parent effects

Oleh: Meilania <meilania@telkom.net>

 

Diskusi Buku “The Nurture Assumption” (lihat juga TNA-1 / TNA-2 / TNA-3)

TNA-4 Parent to child effects vs Child to parent effects

Anak-anak yg lebih sering dipeluk dan mendapat curahan kasih sayang cenderung untuk bertumbuh menjadi dewasa sbg orang yg "menyenangkan". Sebaliknya, anak yg lebih sering dipukul dan di-disiplin secara keras cenderung untuk menjadi orang yg "sulit" atau "bermasalah" di kelak kemudian hari.

Begitulah kira-kira nasihat yg sering kita tentang pengaruh tindakan orang tua pada anak-anaknya.

Sekali lagi, Judith Rich Harris, memberikan cara pandang baru untuk membaca "kebenaran" statemen di atas.

Coba kita balik kalimat di atas :-)

Anak-anak yg "menyenangkan" cenderung untuk lebih sering dipeluk dan mendapat curahan kasih sayang dari orang tuanya. Sebaliknya, anak-anak yg "sulit" dan "bermasalah" cenderung untuk lebih sering menerima pukulan dan di-disiplin secara keras.

Jadi, siapa yg menjadi penyebab dan siapa mempengaruhi siapa?

Perlakuan ortu thd anak mempengaruhi karakter si anak kelak ATAU justru sifat dasar si anaklah yg mempengaruhi cara ortu bertindak terhadap dirinya? Parent to child effects ATAU child to parent effects yg sebenarnya berlaku di sini?

Kembali saya ingatkan, bahwa sejak bayi, anak-anak sudah bisa mulai dikenali perbedaan perilakunya (yg dihasilkan oleh sifat dasar yg telah mereka bawa sejak lahir, bahkan sebelum ada pengaruh "didikan" orang tua). Tracy Hogg dan Melinda Blau, penulis buku "Secrets of the Baby Whisperer" membagi bayi-bayi menjadi 5 jenis yg berbeda: Bayi Malaikat, Bayi Buku Panduan, Bayi Peka, Bayi Semangat, dan Bayi Pemarah. Umumnya, orang tua Bayi Malaikat dan Bayi Buku Panduan adalah orang tua yg "lebih hepi" dibanding ortu yg memiliki Bayi Peka dan Bayi Pemarah. Bila ortu kelompok yg pertama bisa punya banyak waktu untuk istirahat, menikmati waktu-waktu senggang karena bayi mereka "manis" dan "tidak rewel", dan mereka tampaknya berhasil menjadi ortu yg "baik", maka ortu kelompok kedua bisa saja stress sepanjang hari karena disibukkan oleh tuntutan bayi mereka yg memang pada dasarnya "lebih sulit" dibanding kedua jenis bayi yg pertama di atas. Bukan hanya si ibu yg "menderita", seluruh anggota keluarga lainnya pun pasti terkena dampak dari kehadiran bayi-bayi "sulit" ini. Dan bukannya tidak mungkin rumah tangga bisa kacau balau dan si ortu akhirnya dicap "nggak becus" mendidik anak. Kesian yah ....

Coba kita renung-renungkan statement Judith Rich Harris di bawah ini:

"It's not that good parenting produces good children, it's that good children produces good parenting" (hal 48)

Nice thought ;-)

Anak saya yg kedua, terutama pada bulan-bulan awal kehidupannya, sangat PEKA terhadap perubahan suara, seperti: suara pintu dibuka dan ditutup - meski dg sangat perlahan, suara dering telepon, suara TV atau lainnya yg berubah / berganti-ganti. Namun herannya dia seolah "tuli" bila kedua anjing saya menggonggong sekeras apa pun :-) Anyway, kondisinya yg "peka" dg suara ini sempat menimbulkan kejengkelan yg luar biasa dalam diri saya. Anak saya yg pertama mana bisa diminta diam atau berjingkat-jingkat selama waktu tidur adiknya ... telepon bisa saja berdering setiap saat ... tukang sayur pada jam-jam tertentu lewat di depan rumah dg teriakannya yg keras ... penjaja makanan lewat dg jinggle-nya yg ribut ... dsb dsb. Saya mengalami kelelahan yg luar biasa dalam bulan-bulan awal tsb, tidak hanya kelelahan fisik (krn harus bolak-balik menenangkan bahkan menggendongnya) tapi juga lelah secara emosi (marah pada anak saya yg pertama, jengkel krn suami tidak bisa menutup pintu dg pelan, bahkan kadang pengin rasanya membanting telepon karena berdering tidak "pas" waktunya) ... he he hee ... pokoknya benar-benar judeg deh!

Sesuai dg anjuran Tracy Hogg, maka saya mempunyai jadwal yg lebih rapi dan terstruktur, mengendalikan situasi sedemikian rupa sehingga anak saya yg kedua "merasa aman" berada di dalamnya. Aktivitas saya dg anak yg kedua akhirnya menjadi seperti jadwal kerja yg rapi :-) dan semua berjalan dg sangat lancar ASAL tidak ada yg "mengganggu" jadwal tsb. Dg kata lain, saya menerapkan disiplin waktu dan aktivitas lumayan ketat dg anak saya yg kedua - dan cara ini sangat berhasil! Sebaliknya, dg anak saya yg pertama seolah tidak pernah ada jadwal yg pasti kapan harus ini dan itu. Dia termasuk tipe bayi Pemarah (yg salah satu cirinya adl tidak menyukai rutinitas jenis apa pun, dan ... oh ya, cenderung tidak setuju dg apa pun) ... dia menolak untuk mandi, berkeras tidak mau berangkat sekolah, mogok makan, tidak mau tidur siang, dan sepertinya semua hal yg "seharusnya" dia lakukan dia tolak semua ... Jadi, yg harus senantiasa saya jaga <supaya dia mau "bekerjasama" dg saya> adalah supaya mood-nya baik sepanjang hari, namun bila tidak berhasil, dia bakal mengacaukan hidup saya dan adiknya sepanjang sisa hari itu ;-)

Bukan berarti bahwa sebagai orang tua saya hanya "bereaksi" thd keberadaan si anak, tapi sepertinya memang semua berawal dari si anak (child to parent effects). Namun demikian, saya percaya bahwa proses pengasuhan / hubungan ortu dan anak adalah DUA arah ... it's a two way street - an ongoing transaction in which each party plays a role, demikian kata Harris.

Penelitian juga menunjukkan bahwa bayi yg "menarik" secara fisik (lucu, cantik, menggemaskan, dsb) cenderung untuk mendapat lebih banyak perhatian dan tindakan kasih sayang dibanding bayi yg penampilannya "kurang menarik". Dengan kata lain, yg sepertinya lebih "menentukan" adalah: child to parent effects BUKAN parent to child effects.

Bagaimana menurut rekan-rekan?