Pertarungan Politik Lokal di Sumbar
Tensi politik nasional yang makin tinggi akhir-akhir ini, sebenarnya juga diikuti oleh pertarungan politik lokal di daerah-daerah. Umumnya gejolak politik lokal ini tidak begitu berbeda dengan kondisi sebelum reformasi, petanya masih belum berubah. Tapi yang jadi pemicu adalah isu reformasi nasional seperti pembersihan unsur KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Pada akhirnya, siapa pun yang kini jadi pejabat, baik di daerah maupun di pusat, dibuat "gelisah", karena selama ini memang sudah terbiasa dengan buaian KKN yang "tak tersentuh hukum" pada masa pra-reformasi.
Tidak terkecuali yang terjadi di Sumatra Barat (Sumbar). Pertarungan politik lokal di Sumbar yang pada pra-reformasi sudah berlangsung seru, jadi tambah semarak pada pasca-reformasi dengan duduknya Drs. Hasan Basri Durin, mantan Gubernur Sumbar dua periode, di Kabinet Reformasi Habibie. Selama terjadi gerakan penolakan terhadap Durin sebagai Menteri Agraria/Kepala BPN, Gubernur Sumbar saat ini, Brigjen Muchlis Ibrahim juga dituntut mundur berkaitan dengan isu suap pada pemilihan gubernur lalu, serta Walikota Padang Drs Zuiyen Rais MS yang juga disuruh mundur karena diduga menyuap anggota DPRD Padang untuk terpilih lagi jadi walikota.
Demo-demo mahasiswa dan pemuda di Sumbar untuk membersihkan pejabat dari unsur KKN seperti menyuruh mundur Kepala Daerah (Tk. I dan Tk. II) yang terjadi serentak dengan gerakan nasional, ternyata juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Ternyata memang ada yang diuntungkan oleh tuntutan mundur terhadap Durin, Muchlis, Zuiyen, dan sejumlah kepala daerah lainnya. Di satu pihak, baik Durin, Muchlis dan Zuiyen tidak bersih dan memang pantas disuruh mundur, di pihak lain, hal itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menjadi musuh mereka. "Durin, Muchlis, Zuiyen adalah segitiga yang sama dan sebangun," demikian salah satu bagian yang ditulis majalah Gatra edisi terbaru. Tapi yang menarik, tidak semua kelompok anti-Durin, juga anti-Zuiyen, atau anti-Muchlis. Bisa terjadi kelompok pro-Durin tapi anti-Zuiyen. Yang menarik, peran media massa di Sumbar cukup besar dan menentukan. Berikut gambaran "peta" pertarungan politik lokal di Sumbar:
KELOMPOK DURIN
Kelompok ini terdiri dari pihak-pihak yang merasa diuntungkan selama Durin jadi Gubernur Sumbar. Tentu saja dalam kelompok ini masuk Muchlis Ibrahim, Zuiyen Rais yang berkat endorsement Durinlah mereka bisa menempati posisi sekarang ini. Termasuk juga Ketua DPRD I Sumbar Brigjen Nur Bahri Pamuncak, kendatipun ia sempat berseberangan dengan Durin pada pemilihan gubernur Sumbar lalu, karena Durin lebih menyukai Muhclis. Kakanwil Pekerja Umum (PU) Sabri Zakaria, yang dikenal sebagai pejabat terkaya di Sumbar, sampai detik ini masih setia dengan Durin. Sejumlah wartawan di Sumbar juga disebut-sebut membela Durin sehubungan kasus KKN-nya. Bulettin Suara Andalas menyebut Hasril Chaniago (wartawan Singgalang, penulis buku otobiografi Durin Catatan Seorang Pamong) dan Khairul Jasmi (wartawan Republika) masuk dalam kelompok ini.
KELOMPOK SABRI
Pihak-pihak yang pro-Sabri, beberapa di antaranya adalah anggota DPRD I Sumbar, termasuk media massa seperti Harian Haluan, Semangat dan Mingguan Canang, umumnya masuk dalam kelompok ini. Sejumlah koresponden luar seperti Gusfen Khairul (RCTI), Denni Risman (SCTV), Indra Sakti Nauli (Forum), Eddy Dasril (Medan Pos), Pinto Janir (Canang/koresponden D&R) dan Fachrul Rasyid (GATRA) termasuk pro-Sabri. Tapi tidak berarti kelompok pro-Sabri juga pro-Durin. Forum dan GATRA misalnya, sekarang justru menyerang Durin, tapi membiarkan Sabri meraja-lela dengan kolusi proyek-proyeknya. Yang menarik, wartawan kelompok Sabri ini umumnya kontra-Singgalang, meskipun umumnya mereka adalah alumni Singgalang.
KELOMPOK ANTI-DURIN
Memang tidak mudah me-list siapa-siapa masuk kelompok anti-Durin karena saking banyaknya. Mantan Menko Kesra Ir. Azwar Anas dan mantan walikota Padanmg Sjahrul Udjud masuk dalam kelompok ini, termasuk sejumlah tokoh perantau Minang di Jakarta. Kelompok anti-Durin, pada intinya adalah mereka yang berhasil disingkirkan Durin semasa jadi gubernur. Termasuk di dalamnya Kelompok Sjoerkani (mantan wagub Sumbar ketika Durin jadi gubernur periode pertama), Masfar Rasjid (tokoh LSM/PPP di Bukittinggi), Buya Dt. Tan Kabasaran (ulama terkemuka), dan tokoh-tokoh IKP (Ikatan Keluarga Padang). Ketidaksetujuan IKP lebih disebabkan oleh dilindunginya Zuiyen oleh Durin. (Zuiyen berasal dari Kapau, kabupaten Agam). Menurut IKP sudah saatnya yang jadi walikota Padang adalah orang Padang sendiri. Tokoh-tokoh IKP itu seperti Prof. Muchlis Muchtar, Masri Marjan, SH (wartawan Haluan, ketua PWI Sumbar) dan lain-lain.
Pamong berpengalaman, Zainal Bakar SH (Sekwilda Sumbar) termasuk dalam kelompok ini, sebab meski ia didukung masyarakat untuk jadi gubernur, tapi Durin justru mendukung Brigjen Muhclis. Kelompok Harian Singgalang, terutama yang diwakili H. Basril Djabar masuk dalam kelompok ini. Pasalnya, Djabar yang jadi pendukung Durin untuk jadi gubernur periode kedua, justru merasa "ditinggalkan" Durin yang lebih melindungi Sabri Zakaria yang berperkara dengan Singgalang soal kasus istri simpanan Sabri pertengahan 1996. Di pengadilan, Sabri menang, istri simpanannya, Linda, yang masuk penjara. Pimpinan Perusahaan Singgalang, B. Yonda Djabar yang dituduh merekayasa kasus Linda, justru dinyatakan bersalah. Pembela Linda, pengacara terkemuka Djanas Raden, SH, berhasil dimasukkan Sabri ke dalam penjara dengan kasus rekayasa lain.
KELOMPOK ZUIYEN
Tidak selamanya kelompok anti-Durin, atau anti-Sabri berarti anti-Zuiyen. Salah satu petunjuk yang bisa dilihat adalah ketika Zuiyen dicalonkan lagi jadi Walikota Padang untuk kedua kalinya. Saat itu, Zuiyen didukung oleh Canang dan Singgalang, tapi ditentang oleh Haluan yang lebih menjagokan tokoh IKP jadi Walikota seperti Muchlis Muchtar. Umumnya anggota DPRD II Padang saat ini adalah orang-orang Zuiyen, dan ketika pemilihan walikota lalu, Zuiyen mendrop Rp600 juta untuk anggota dewan (masing-masing mendapat Rp15 juta). Kata Zuiyen, itu adalah uang kesejahteraan.
Abu Mazen