Home Tentang Penulis

 

Artikel-artikel Bertema Kepuasan Konsumen

 

SALIB (=Stauros)

PENDAHULUAN

Meskipun Alkitab tidak secara khusus menguraikan alat kematian Yesus, tradisi menunjukkan bahwa Ia mati di kayu salib; terdiri dari sebuah tiang dan sebuah palang. Kata Yunani stauros kadang-kadang diartikan sebagai tiang pancang biasa saja, dan kadang-kadang diartikan sebagai bentuk yang lebih kompleks seperti salib. Untuk menentukan bagaimana stauros yang sebenarnya yang dipakai dalam kematian Yesus kita perlu mempertimbangkan apa arti bahasa Yunani itu sebenarnya, bagaimana penemuan sejarahnya, dan yang terpenting, apa yang dikatakan oleh Alkitab. Selanjutnya, kita harus mempertimbangkan arti stauros bagi orang Kristen: apakah merupakan persoalan yang memalukan atau membahagiakan.

ARTI DALAM BAHASA YUNANI

Dalam buku New International Dictionary of New Testament Theology dikatakan arti stauros dalam bahasa Yunani:

Berhubungan dengan kata kerja yang lebih dikenal orang sturoo, stauros berarti sebuah tiang pancang yang kadang-kadang dikaitkan dengan penjahat yang dihukum mati dan dipermalukan di depan publik. Kata itu juga dapat digunakan untuk menggantung (sama seperti Diod. Sic,2, 18, 2), memancang atau mencekik. Stauros dapat juga berarti alat penyiksaan, yang mungkin berkaitan dengan bahasa Latin patibulum, yakni kayu palang yang dipikul oleh terhukum. Akhirnya arti kata itu juga dapat berarti alat untuk mengeksekusi dalam bentuk tiang pancang vertikal dan tiang palang dengan panjang yang sama sehingga membentuk salib. Ini akan membentuk huruf T (Latin. crux comissa atau tanda + (crux imissa). (Vol 1. Halaman 391)
Kata Yunani xylon dapat berarti "kayu, sepotong kayu, atau apa saja yang terbuat oleh kayu", dan dapat dikaitkan juga dengan salib, seperti yang tertulis dalam buku Vine: Expository Dictionary, Vol 4, hal.153.

PENEMUAN SEJARAH

Penemuan-penemuan sejarah membuktikan salib tradisional. Salah satu adalah penemuan graffito yang berasal dari tahun 200 lebih sedikit, yang diambil dari dinding Palatine Roma. Di sana dilukiskan keledai yang disalib, yakni ejekan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang dipenjara, yang menyembah Kristus. Bangsa Roma diduga keras merasa heran mengapa orang-orang Kristen menyembah Yesus yang telah mereka salib.

Pada bulan Juni 1968, sebuah buldoser yang sedang meratakan tanah di Yerusalem bagian Utara secara kebetulan terbentur sebuah kuburan yang ternyata berasal dari abad pertama, lalu arkeolog Yunani, spesialis abad pertama, Vasilius Tzaferis diperintahkan oleh Departemen Antik Israel untuk melakukan penggalian secara hati-hati terhadap kuburan-kuburan itu. Salah satu temuannya yang menarik adalah sisa-sisa sebuah kerangka orang yang mati disalib. Faktor terpenting adalah bahwa tengkorak itu berasal dari masa Kristus. Tengkorak itu adalah tengkorak seorang laki-laki bernama Yehohanan anak Chaggol, yang disalib sewaktu berusia 24 - 28. Mr. Tzaferis menulis artikel tentang hal ini pada majalah sekuler Biblical Archeology Review edisi Jan/Feb tahun 1985, dan ini beberapa komentarnya sehubungan dengan penyaliban dalam masa Yesus:

Pada akhir abad pertama sebelum Masehi, bangsa Romawi mengadopsi penyaliban sebagai hukuman resmi bagi orang-orang yang bukan bangsa Roma atas pelanggaran-pelanggaran tertentu. Pada mulanya, hukuman ini diterapkan bukan sebagai cara eksekusi, namun hanya berupa hukuman. Selanjutnya, hanya para budak yang melakukan tindakan kriminal tertentu yang mendapat hukuman salib. Dalam masa-masa pertama diterapkan penyaliban ini, sebuah batang kayu yang dikenal sebagai furca atau patibulum ditaruh pada leher budak dan diikatkan pada tangannya.
Sewaktu prosesi tiba di tempat eksekusi, sebuah tiang pancang didirikan dan ditanam ke tanah. Kadang-kadang korban diikat ke salib hanya dengan tali. Dalam kasus-kasus tertentu, patibulum atau kayu palang, di mana tangan korban terikat, ditempelkan saja ke kayu pancang, sedangkan kaki korban hanya diikat dengan beberapa simpul sederhana ke tiang pancang.
Jika korban dipaku, ia dibaringkan dulu ke tanah, dengan bahu di atas kayu palang. Tangannya direntangkan dan dipaku di kedua ujung kayu palang. Kemudian korban bersama-sama kayu palang dinaikkan dan diikat dengan kayu pancang. Sedangkan kaki sang korban dipaku ke tiang pancang.
Untuk membuat penderitaan semakin lama, para algojo Roma memakai dua alat bantuan yang dapat membantu agar korban tetap hidup di atas salib. Salah satunya dikenal sebagai sedile, yakni sebuah tempat duduk kecil yang ditempel di kayu pancang, yang dipasang kira-kira ditengah-tengah kayu pancang. Alat ini menyangga tubuh korban. Dari sinilah asalnya ungkapan yang biasa digunakan orang Roma: "duduk di salib". Eraneous dan Justyn Martyr menulis: salib Yesus memiiliki 5 ujung, bukan empat, diduga bahwa ujung kelima adalah sedile (hal.48,49).

Berikut ini adalah artikel tentang penemuan atkeologis di atas pada bulan Nov/Des, Biblical Archeology Review :

Menurut sumber-sumber Roma, orang yang dihukum dengan cara disalib tak pernah membawa salib lengkap, meskipun keyakinan orang pada umumnya dan orang-orang yang melakukan ziarah dengan menelusuri perjalanan Yesus ke Golgota mengatakan sebaliknya. Orang yang dihukum hanya membawa satu salib, sedangkan salib yang tegak sudah tertanam di tempat yang permanen, di tempat pelaksanaan hukuman. Seperti yang dikemukakan sejarawan Yahudi, Josephus, pada abad pertama kayu sangat langka di Yerusalem sehingga orang-orang Roma harus membawa 10 mil dari Yerusalem untuk menjamin kayu-kayu itu dapat diolah dengan mesin (hal. 21).

Keterangan rinci serupa disebut pula di bawah judul "salib" dalam International Dictionary of New Testamen Theology:

Sudah pasti bahwa hanya orang Roma yang melakukan penghukuman bentuk ini. Namun besar sekali kemungkinan bahwa stauros memiliki kayu palang. Sumber-sumber sekuler tidak mengijinkan menarik kesimpulan tentang salib, apakah berbentuk crux immissa (+) atau crux comiisa (T). Karena tidak lazim menambahkan kata titlos (awalan, kata pinjaman dari bahasa Latin titulus), maka tak perlu mengikuti bahwa salib memiliki bentuk crux immissa.
Ada dua cara kemungkinan mendirikan stauros. Si terhukum dapat diikat ke salib dengan berbaring pada tempat penghukuman, lalu diangkat ke atas bersama salib. Cara lain, ada satu tiang yang sudah dipancang ke tanah sebelum pelaksanaan hukuman. Si terhukum lalu diikat ke kayu palang, lalu dinaikkan bersama-sama kayu palang tersebut untuk diikat dengan tiang yang tegak. Ini bentuk menegakkan salib secara sederhana, sedangkan memikul kayu palang (patibulum) dikaitkan dengan penghukuman para budak. Crux comissa mungkin merupakan cara yang biasa dilakukan. Salib diduga memiliki ketinggian tidak melebihi tingginya manusia (Vol 1, hal.392).

PENEMUAN ARKEOLOGIS LAINNYA

Di samping penemuan-penemuan terbaru, ada lagi beberapa temuan yang menarik. Ini ada sebuah temuan tahun 1873:

Tahun 1873 seorang sarjana Perancis yang terkenal, Charlse Clermant-Ganneau, melaporkan penemuan liang kubur atau gua di bukit Zaitun. Di dalamnya terdapat kurang lebih 30 kuburan (berupa batu persegi empat) di mana di dalamnya terdapat sisa-sisa kerangka. Salah satu kuburan mempunyai nama "Judah" yang dikaitkan dengan sebuah salib dengan lenga-lengan yang sama panjang. Selanjutnya nama "Yesus" muncul tiga kali, dua kali dikaitkan dengan salib.
Di duga ia adalah orang Kristen Yahudi yang dikubur d tempat itu sesudah tahun 135 karena bangsa Roma melarang Yahudi memasuki Aelia Capitolina setelah pemberontakan Yahudi (dari Ancient Times, Vol 3. No 1, Juli 1958 hal. 3)

Pada tahun 1939 penggalian di Herculancum, kota di Pompeii (yang musnah tahun 78 oleh gunung berapi) mempunyai rumah di mana sebuah salib kayu dipaku di dinding ruangan. Menurut Buried History, (Vol 10 No 1, Maret 1974. Hal 15):

Di bawah salib terdapat sebuah lemari dengan tempat kaki untuk bersujud atau berdiri. Ini dianggap semacam tempat suci, namun juga sebagai tempat berdoa. Jika penafsiran ini benar, dan para penggali menduga kuat bahwa ini merupakan simbol Kekristenan, maka ini merupakan contoh dari gereja pada masa-masa awal berdirinya Kekristenan.

Tahun 1945 sebuah kuburan keluarga di Yerusalem ditemukan oleh Prof. E.L. Sukenik dari Musium Yahudi, Hebrew University. Prof. Sukenik adalah tokoh utama di bidang kuburan Yahudi. Inilah catatannya:

Dua kuburan memakai nama "Yesus" dalam bahasa Yunani. Kuburan itu juga mempunyai empat salib besar. (Prof. Sukenik) menyimpulkan bahwa semua tulisan dan salib saling berkaitan, yang merupakan ekspresi kesedihan atas penyaliban Yesus, yang ditulis pada waktu itu. Prof. Sukenik menyatakan bahwa Salib itu diduga merupakan "pelukisan penyaliban, kurang lebih ingin menyatakan 'Ia sudah disalib'". Tahun kuburan itu ditentukan oleh tanah yang dipakai, lampu tanah dan karakter tulisan yang digunakan, yang ternyata berasal dari antara abad pertama sebelum Masehi dan abad pertama sesudah M, ini berarti tulisan tersebut paling sedikit jatuh antara dua dekade Penyaliban Kristus (Ancient Times, Vol 3. No 1, Juli 1958, hal 35, juga lihat Vol 5. No 3. Maret 1961, hal 13).


PENEMUAN TERBARU TENTANG PENYALIBAN KRISTUS

Dari Bible Review edisi April 1989 ada artikel berjudul:
Dua pertanyaan tentang penyaliban:

  1. Apakah korban akan mati karena asphyxiation?
  2. Apakah kedua paku di tangan dapat menyangga tubuh?

Di dalam tulisan itu pengarangnya hendak menyanggah teori penyaliban yang ada sebelumnya, dari A.A. LeBec tahun 1925 dan dipublikasikan secara luas oleh Dr. Pierre Barbet sejak tahun 1953 yang mengatakan bahwa:

  1. Yesus mati karena sesak nafas (asphyxiation) karena tidak mampu mengangkat badannya untuk bernafas.
  2. Paku-paku yang ditancapkan ke kedua tangannya sebenarnya menembus pergelangan tangannya, karena jika dipaku pada tangan tidak akan dapat menyangga beban tubuhnya.
    Namun tampaknya bukti-bukti yang ada dewasa ini tidak mendukung teori Barbet.

Sebuah riset dilakukan oleh Frederick T. Zugibe, seorang profesor yang membantu bagian patologi Universitas Columbia, jurusan kedokteran dan bedah, juga seorang penulis The Cross and Shroud- Medical Examiner Investigates the Crucifixion. Zugibe mengajukan kesimpulan luar biasa, bahwa:

  1. Yesus tidak mati karen asphyxiation, namun karena shock dan trauma. Sebagai tambahan, seorang yang dipaku tergantung dengan kedua tangan di atas (seperti yang dilukiskan oleh Menara Pengawal) tak akan bisa bernafas dalam beberapa menit, sedangkan orang dengan tangan terentang bersudut 60o hingga 70o (seperti jika disalib) akan tetap hidup selama beberapa jam tanpa mengalami sesak nafas.
  2. Ada dua tempat di tangan yang memungkinkan ditembus paku dan menyangga seluruh tubuh yang berbobot hingga beberatus kilogram, yang membuat teori "pergelangan tangan" tidak perlu dilakukan untuk memaku tangan Kristus ke salib.

Beberapa tahun yang lalu, LeBec dan Barbet menyimpulkan bahwa orang yang tergantung dengan tangan di atas akan mengalami sesak nafas dalam beberapa menit, karena dalam posisi itu paru-paru tidak dapat mengembang. Tambahan pula, seorang radiolog Austria, Hermann Moedder, melakukan eksperimen dengan mahasiswa kedokteran pada tahun 1940, dengan menggantung mereka pada pergelangan tangan di atas kepala. Dalam beberapa menit, murid-murid itu semakin pucat, kapasitas paru-paru mereka turun dari 5,2 liter menjadi 1,5 liter, tekana darah menurun dan detak jantung meningkat. Moedder menyimpulkan bahwa ketidakmampuan bernafas timbul setelah 6 menit jika mereka tidak dibiarkan berdiri dan istirahat.

Hal yang sama juga berlaku bagi Yesus, jika Ia dipantek pada sebuah tiang seperti yang digambarkan Saksi Yehuwa, digantung dengan tangan tepat berada di atas kepalanya, maka Yesus akan sesak nafas dalam beberapa menit. Namun Zugibe menemukan bahwa jika mahasiswanya digantung dengan tangan merentang 60-70o, mereka tidak mengalami kesulitan untuk bernafas hingga berjam-jam. Karena Lukas 23:44 dan Matius 27:45,46 menggambarkan bahwa Kristus berada di salib selama sekitar tiga jam, maka bukti ini menunjukkan kematian Yesus adalah dengan cara tradisional, disalib. Sedangkan untuk menunjukkan bahwa paku di tangan dapat menyangga berat badan hingga beberapa ratus kilogram, dalam eksperimen lainnya, Zugibe memakai tangan-tangan orang yang baru mati, lalu memakunya di dua lokasi: di tangan dan pergelangan tangan, lalu menggantung tangan itu dengan beban (eksperimen yang menakutkan, bukan?). Terbukti bahwa paku di tangan dapat menahan beban tubuh.

Daerah "Z" dan "Destot Space" (=Rongga Destot) dapat menyangga beban hingga ratusan kilogram jika paku menusuk tempat yang tepat.(klik di sini untuk melihat gambarnya)

Jika Yesus tidak mati karena asphyxiation, maka apa penyebab kematiannya? Mari kita tinjau hari kematian Yesus dalam Alkitab:

Yesus mengalami kekurangan darah karena keringat dan keringat darah, yang disebabkan tekanan mental. Setelah ditangkap, ia dicambuk dengan cambuk kulit yang memiliki besi atau tulang diujungnya. Begitu ujung cambuk menyentuh kulit, maka syaraf, otot dan kulit akan mengalami trauma/kejutan. 

Yesus mengalami kelelahan luar biasa dengan demam/kedinginan, banyak berkeringat dan tekanan yang mengikutinya. Ia kekurangan banyak cairan tubuh. Bahkan sebelum digantung di kayu salib, Yesus mungkin mengalami keadaan shock karena dicambuk, iritasi syaraf kepala karena mahkota dari duri, dan berkali-kali dipukul. Akhirnya, ia digantung di kayu salib dan dipaku dengan paku-paku besar menembus kedua tangannya, begitu juga kakinya.

Kerusakan syaraf ini memberikan rasa sakit yang luar biasa, ditambah dengan shock dan kekurangan cairan. Dalam periode 3 jam, setiap gerakan kecil saja akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Kematiannya adalah diakibatkan oleh shock yang luar biasa karena gabungan kelelahan, sakit dan kekurangan cairan.

KESAKSIAN ALKITAB TENTANG SALIB

Orang tak dapat tidak dapat membaca rangkaian peristiwa yang tertulis dalam Matius 27:26,31-37, Markus 15:14-26, Lukas 23:26-28, dan Yohanes 19:1-2 (tentang kematian Yesus) dan kecocokan cara penyalibanNya seperti dalam artikel Biblical Acheology Review dan sumber-sumber lain. Tampaknya Yesus membawa salib palang atau patibulum ke Golgota. Di sana patibulum di tempelkan ke salib yang tegak, mungkin mendapat tempat duduk atau tempat menyangga kaki, lalu Yesus dipaku ke salib itu. Di atas kepalanya ditempatkan judul "YESUS ORANG NAZARET, RAJA YAHUDI"

SIMBOL KEMENANGAN

Sementara orang yahudi menganggap salib sebagai hal yang memalukan, rasul Paulus justru bermegah di dalam salib Kristus. Dalam Galatia 6:14 dikatakan:

Namun tak pernah aku bermegah, kecuali dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, di mana bagiku seluruh dunia sudah disalibkan, dan saya bagi dunia

Kata Yunani bermegah adalah kauchomai, yang dapat diartikan sebagai memegahkan atau memuliakan terhadap sesuatu. Paulus dengan gamblang memuliakan simbol salib; yang merupakan simbol kemenangan, bukan kekalahan. Dalam 1 Kor. 1:17,18 ia mengatakan bahwa Kristus mengirim dia untuk mengabarkan pesan salib sehingga orang akan tetap tegak atau jatuh tergantung kepada reaksinya kepada pesan yang sederhana itu! Ia bahkan terus mengatakan bahwa ada orang (orang Yahudi dan kini Saksi Yehuwa) akan tersandung terhadap salib (karena memalukan dan hal tak berarti bagi pikiran mereka), sedangkan orang lain akan menganggapnya sebagai kebodohan (ayat 21-23). Namun bagi orang Kristen salib berarti kekuatan dan kebijaksanaan Allah! Karena Allah dengan sengaja memilih yang lemah, bodoh dan hina dari dunia ini untuk menunjukkan maksudnya agar anak-anakNya dapat menjadi mulia dari apa yang dianggap hina oleh orang lain!

Paulus mengatakan kepada orang-orang Korintus bahwa ia memutuskan untuk memakai pesan salib Kristus sebagai hal yang utama/penting (1 Kor 2:2); bahkan dalam menghindari perbincangan dengan gaya terpelajar. Mengapa? Karena Allah mampu menyingkirkan orang-orang dengan motif keliru, dengan menggunakan pesan yang hina! Allah tidak ingin memikat orang ke dalam Kekristenan dengan memberikan mereka harapan materi atau intelektual, namun Allkah ingin menjangkau orang-orang yang menyadari bahwa dunia ini berdosa dan orang-orang yang mau menghargai Yesus yang mati karena dosa-dosa mereka.

Inilah pesan gereja sepanjang jaman: bahwa Yesus telah mati di salib karena dosa-dosa kita, dan Ia bangkit dan hidup di dalam diri kita (1 Kor 15:13, Lukas 24:45-47). Pesan ini hanya memikat orang-orang tertentu, yang kebanyakan orang-orang hina dan sederhana (1 Kor 1:26-29).

Paulus juga memakai salib sebagai penyebab kekristenan, juga kematian dari sifat lama. Ia membicarakan salib dalam berbagai konteks. Ia mengatakan bahwa ada orang yang menjadi "musuh salib" (Fil 3:18). Ia berbicara tentang sifat lama dan Hukum taurat yang "dipaku di atas salib" (Kol 2:14). Ia mengambil kisah Yesus sehubungan dengan Salib (Mat. 10:38: 16:24 Lukas 9:23 14:27) dan berbicara tentang "menyalibkan sifat-sifat lama" (Gal. 2:20, 5-24). Berulang-ulang Paulus mengatakan salib sebagai lambang kemenangan, bukan kekalahan! Ia bermegah di dalam salib!

Orang Kristen tidak takut kepada salib ataupun menyembahnya. Ini merupakan simbol, lambang dari tindakan kasih yang terbesar!

 

Audie Tangkere

Artikel sebelumnya Artikel selanjutnya

 

Home Tentang Penulis