Into The Heart of U2
1976-1980
Sejarah
dimulai di tahun 1976. Laurence Mullen (31 Oktober 1962 Dublin), murid Mount
Temple Comprehensive School, sekolah publik pertama di Irlandia yang menerima
murid dari semua agama (Katholik dan Kristen). Sebelum bersekolah di sini, ia
belajar di Scoil Naomh Colmchille, sekolah yang pengajarannya memakai bahasa
Gaelic (bahasa Irlandia).
Larry
sangat tertarik pada musik. Ia belajar piano di Dublin College of Music,
Chatham Row. Namun, saat berumur
9 tahun, ia tertarik pada drum. Guru pianonya langsung memberitahu orang tua
Larry ketika mengetahui ketertarikannya . Larry Snr. dan istrinya, Maureen,
sangat mendukung anak mereka. Bahkan mereka meminta Joe Bonnie, drummer
session (drummer lepas) terbaik di negara itu, untuk mengajarkan anak mereka.
Larry Snr. juga memberi hadiah sebuah 1 set drum sebagai hadiah ulang tahunnya.
Ia sangat serius dalam berlatih. Ia mengambil tehnik drum yang diajarkan Joe,
dan mengikuti gaya permainan drum yang ia lihat di acara musik terkenal, “Top
Of The Pops”. Ayahnya menganjurkan untuk bergabung dengan marching band di
daerah tempat tinggalnya, Artane Boys Band.
Tetapi, ia tidak mau datang ke latihan marching band itu lagi setelah diberi
tahu kalau rambut blonde panjangnya
harus dipotong. Ia pun memilih untuk bergabung dengan Post Office Worker’s Band selama 2 tahun. Ia juga mulai mencari
uang sendiri lewat band Drifting Cowboys
yang memainkan lagu-lagu western dan country.
Di
tahun 1973, Larry dan kakaknya, Cecelia harus kehilangan adik mereka, Mary yang
berumur 9 tahun.
Ia
mulai bosan bermain dengan band orang lain saat ia berumur 14 tahun. Larry ingin
membuat band sendiri. Kebetulan pada saat itu ia bertemu Adam Clayton (13 Maret
1960, Chinnor, Oxfordshire), murid baru Mount Temple School yang kabarnya
seorang bassist. Larry langsung meminta Adam yang berpenampilan eksentrik ini (meski
begitu, Larry menganggapnya murid paling cool)
untuk ikut band-nya dan Adam setuju.
Ayah
Adam, Brian Clayton adalah pilot, sedangkan ibunya, Jo seorang pramugari.
Sebelumnya, Brian bekerja di perusahaan penerbangan Inggris, Royal Air. Namun
semenjak ia bekerja di Aer Lingus (perusahaan penerbangan Irlandia), mereka
pindah ke Malahide, Dublin. Keluarga Inggris ini memiliki 3 orang anak, Sarah
Jane, Adam dan Sebastian.
Sebelum
belajar di Mount Temple, Adam yang sempat tinggal di Kenya ini sempat belajar di
sekolah swasta Castle Park dan St. Columba College di Rathfarham. Di Castle
Park, ia dijuluki “Chatterbox”.
Dan saat di St. Columba College, ia mendapat masalah karena ketahuan tidak
memakai seragam sekolah.
Saat
masih di asrama, diam-diam ia menyimpan obsesi untuk menguasai gitar dan membeli
gitar seharga 12£.
Salah satu temannya mengetahui hal itu dan menawari Adam untuk belajar bass.
Adam meminta orang tuanya untuk membelikan sebuah bass. Brian-Jo bingung dengan
permintaan anaknya itu, namun mereka mengabulkan permintaan Adam dengan
membelikannya bass bagus seharga 52£.
“Aku akan main sampai aku lebih besar dari The Beatles”, kata Adam kepada
orang tuanya. Ia juga sempat bergabung di band bernama Max Quad, tapi ia
dikeluarkan gara-gara nggak bisa main bass dengan baik.
Di
Mount Temple School, Adam menemukan kalau sekolah barunya ini sangat “open
minded”
dan peraturannya tidak seketat asrama. Ia mulai sering ke bar untuk sekedar
nonton band, minum bir, ngejar-ngejar cewek sampai memakai morfin
dan obat bius.
Selain
merekrut Adam, Larry memasang iklan di papan perhatian sekolahnya untuk mencari
gitaris. Larry juga meminta guru musiknya, Albert Bradshaw untuk membantunya
mencarikan anak-anak yang bisa diajak nge-band.
Sementara
itu, kakak kelas Larry, Paul David Hewson (10 Mei 1960, Dublin) adalah salah
satu orang yang tertarik dengan iklan tersebut. Ia sadar kalau ia nggak
begitu bisa main gitar, tapi ia pikir hal itu nggak penting.
Paul
dibesarkan di keluarga yang memiliki 2 agama. Ayahnya, Bob Hewson, seorang
Katholik, ibunya, Iris, seorang Protestan. Iris meninggal karena pendarahan otak
di upacara pemakaman kakeknya saat ia masih berumur 14 tahun.
Setelah
kepergian ibunya, ia dan kakaknya, Norman mulai sering bertengkar, bahkan sampai
ke fisik. Ia frustasi karena rumah bukan lagi tempat yang nyaman untuknya.
Paul
juga dihadapkan oleh keputusan berat, yaitu memilih agama yang akan diyakininya.
Sifat ayahnya yang keras namun membingungkan membuatnya berontak. Lalu ia
memilih Kristen dan ikut organisasi keagamaannya.
Karena
tertekan dengan kedua masalah itu, anak yang digambarkan oleh Bob Hewson sebagai
“anak yang sangat menyebalkan” ini mulai mencari sesuatu yang dapat
mengalihkan perhatiannya. Dan sesuatu itu adalah musik. Di saat anak-anak lain
pulang ke rumah, ia sibuk ke toko kaset mencari kaset-kaset yang baru. Ia banyak
mendengarkan lagu milik Sex Pistols, David Bowie, T-Rex, Velvet Underground
sampai Patti Smith. Paul juga mengikuti paduan suara di sekolahnya.
Untuk
pelariannya, Paul membuat perkumpulan bernama Lypton
Village bersama teman-teman sebayanya. Teman-temannya mengubah nama Paul
menjadi Bono Vox yang dalam bahasa
latin berarti “Suara yang bagus”. Nama barunya ini diambil dari nama toko
alat bantu dengar di O’Connell Street, Dublin.
Di
sekolah, Bono adalah tipe orang yang senang menjadi sentral perhatian. Ia pernah
memakai kostum ala punk Sex Pistols lengkap dengan celana ketat dan anting
bohongan di hidungnya ke sekolah, dan itu hanya untuk joke.
Sayangnya, warga sekolah nggak ada yang “terpesona”. “Bono sangat terkenal di kalangan
teman-teman saya (adik kelas) karena segala tingkah lakunya yang buruk”, kata
Larry.
Menjadi
personil band adalah obsesi Bono. Ia memutuskan untuk datang ke rumah Larry di 60
Rosemount Avenue untuk audisi bersama peminat yang lain. “Hal pertama yang
saya ingat tentang Larry yaitu pada saat kami pertama kali latihan di dapur
rumahnya. Banyak cewek yang memanjat dinding rumahnya dan mengintipnya dari
jendela. Larry meminta mereka pergi, tapi mereka nggak mau. Lalu, ia menyemprot
cewek-cewek itu dengan selang air”, kata Bono terheran-heran. Larry yang
tergolong keren itu memang sangat populer di kalangan cewek di lingkungannya.
Sementara
itu, Albert Bradshaw mengusulkan nama David Evans (8 Agustus 1961, Barking,
Essex) pada Larry. Mr. Bradshaw tahu benar
kalau anak ini memiliki insting yang tajam dalam musik. Meskipun pintar,
David bukan murid populer, ia pendiam dan suka menyendiri. Ia merasa aneh
menjadi welsh (Wales) di tengah-tengah
Irish, dan beragama Kristen Protestan
di tengah-tengah penganut Katholik. Orang tuanya, Garvin-Gwenda adalah orang
Inggris (welsh) yang pindah ke Dublin
saat ia masih bayi.
Dave
yang dikenal “soft spoken” ini lebih betah bermain musik bersama adiknya, Dick
aka Dik di rumah. Instrumen pertamanya adalah piano, kemudian ia tertarik pada
gitar. Gitar pertamanya adalah gitar Spanyol. Ia dan Dik belajar gitar lewat
lagu-lagu Beatles.
Suatu
saat, Ibunya membelikan sebuah gitar dari toko kelontong. Dik mengutak-atik
gitar itu untuk menjadi gitar listrik. Pada saat proyek itu selesai, mereka
pergi ke rumah Larry, karena mereka juga tertarik untuk bergabung.
Terbentuklah
band ini dengan personel : Bono, Dave (Bono mengganti nama Dave menjadi The
Edge), Dik, Adam dan Larry. Dan di saat latihan pertama, mereka memutuskan untuk
memberi nama band itu Feedback yang terinspirasi dari suara amp
milik Adam.
Berkat
dukungan guru mereka, Feedback diizinkan latihan seminggu 3 kali di gym
milik sekolah.
Di
tahun 1977, Larry kembali kehilangan anggota keluarganya. Ibunya, Maureen
meninggal karena kecelakaan mobil. Larry sangat kehilangan dan hampir memutuskan
untuk tidak meneruskan bandnya, untung ada Bono (yang kebetulan mengalami hal
yang sama) di sampingnya yang selalu berusaha memberi semangat.
Saat
band ini mulai berlatih, Bono sedang berusaha mendapatkan nilai terbaik untuk
sertifikat belajarnya. Ia tertarik masuk ke UCD (University
College Dublin) jurusan seni. Usahanya nggak
sia-sia, nilai di sertifikat belajarnya cukup memuaskan. Sayang, UCD
tidak menerimanya karena nilai pelajaran bahasa gaelic-nya
tidak memenuhi syarat. UCD meminta Bono untuk belajar bahasa gaelic
selama setahun di sekolahnya dan UCD menjamin akan menerimanya tahun depan. Bono
dan ayahnya kesal dengan keputusan ini. Sebenarnya hal ini sangat melegakan
personil Feedback yang lain. Apabila Bono diterima tentu saja mereka akan
kesulitan untuk latihan karena ia berada di college.
Beberapa
bulan kemudian, Mount Temple School mengadakan talent
contest. Tentu saja Feedback nggak
mau ketinggalan. Namun mereka punya masalah, yaitu belum punya vokalis. Adam
mengusulkan Bono sebagai vokalis sekaligus frontman.
Larry dan Edge ragu akan usulan itu, tapi akhirnya mereka setuju, karena Bono
bakalan nganggur kalau ia tidak mendapat posisi tersebut. Bono memang hampir
dipecat karena nggak bisa main gitar,
tapi ia tetap bersikeras untuk tetap gabung. Ia ditawari untuk me-manage band,
namun ia tetap menolak karena ia nggak mau meninggalkan panggung. Ia berusaha
menunjukkan kalau ia mampu menjadi vokalis sekaligus pemimpin.
Pada
kontes itu, mereka membawakan lagu wajib kontes yaitu lagu milik Bay City
Rollers dan lagu Peter Frampton. Feedback nggak
masuk urutan pemenang, but that’s not a
big problem.
Pada
latihan berikutnya, nama band ini diganti menjadi The Hype. Dik keluar dan
bergabung dengan teman-temannya di Lypton Village untuk membuat band bernama
Virgin Prunes, anggotanya : Guggi, Dav.id, Dik dan Gavin Friday (nama terakhir
dikenal sebagai sahabat Bono). Kadang-kadang, The Edge, Adam dan Larry ikut
membantu mereka menjadi musisi tambahan. Virgin Prunes adalah saingan sekaligus
sahabat mereka.
Pada
masa itu, mereka masih sebuah band cover
version. Lalu mereka mencoba membuat lagu sendiri.
Lagu pertama mereka adalah “Street Missions”. The Hype ingin melawan
tradisi band-band di sekitar mereka yang hanya memainkan lagu-lagu orang lain.
Pada
bulan Maret 1978, pihak sekolah memanggil Brian dan Jo Clayton untuk
membicarakan tentang anak mereka. Adam nggak
punya harapan untuk mendapat sertifikat belajar. Ia bisa dibilang nggak
mengikuti pelajaran selama 18 bulan gara-gara sibuk mengurus bandnya. Ia juga
sempat membuat ulah dengan meminum kopi memakai gelas kimia di saat pelajaran
berlangsung dan mencorat-coret koridor sekolah bersama anak-anak lain. Pihak
sekolah meminta Adam dipindahkan ke sekolah lain.
Adam
sendiri malah girang dengan keputusan ini, karena ia bisa mengurusi bandnya
tanpa memusingkan hal lain.
Berbeda
dengan Adam dan Bono, Edge dan Larry nggak
pernah memikirkan kalau mereka ingin menjadi band top, bikin album, ngadain
tour, dsb. Yang ada di pikiran mereka cuma mengasah kemampuan musik. Larry
sendiri mengaku kalau saat mendirikan band, ia nggak bertujuan mendirikan band
rock. Tapi Adam selalu mendorong mereka. Ia selalu mencari kesempatan untuk bisa
manggung di pub-pub kecil. Selain itu, ia sibuk mencari koneksi di
industri musik. Seperti kata Edge, Adam adalah
Adam
mengurus band ini untuk mengikuti kontes di Limerick pada saat St. Patrick’s
Day masih di bulan Maret 1978. Band yang menang kontes itu akan dihadiahkan uang
sebesar £500 dan kesempatan untuk merekam demo di CBS Records.
Ada
satu hal yang mengganggu Adam saat itu. Ia nggak
yakin dengan nama bandnya. Lalu cowok berkacamata minus ini meminta bantuan
Steve Averill (aka Steve Rapid), vokalis The Radiators From Space sekaligus
desainer broadcast untuk mengusulkan nama bandnya. Steve mengusulkan nama U2 yang berarti
pesawat mata-mata USA, marine atau
simpel saja, “You Too”. Adam
setuju dan ia langsung meminta panitia kontes tersebut untuk mengganti nama The
Hype menjadi U2. Steve sendiri sampai sekarang menjadi desainer untuk album, merchandise,
buku dan segala pernak-pernik U2.
Pada
saat kontes, U2 memainkan 3 lagu termasuk 1 lagu Irish.
Kerja keras mereka nggak sia-sia,
mereka menang dalam kompetisi tersebut.
Saat
merekam demo, pihak rekaman meminta mereka untuk memainkan 9-10 lagu.
Sayangnya, kali ini pihak rekaman harus kecewa karena terhentinya kegiatan
rekaman itu. Larry Snr. menjemput anaknya, karena besok hari sekolah. Beberapa
waktu kemudian, jurnalis dari Hot Press (satu-satunya majalah musik di
Irlandia), Bill Graham memberi usul kepada U2 untuk mencari seorang
belajar di Trinity
College (Dublin). Paul sempat mengurus sebuah band folk bernama
Spud. Adam
menghubungi Paul
dan |
Manggung
di Dandellion Market, 1978. Nonton
U2 dengan
harga tiket murah.
|
memintanya
datang ke salah satu acara untuk melihat bandnya. Sebenarnya Paul tidak mengerti
dengan jenis musik yang Adam katakan padanya, tapi ia tetap datang melihat
bertemu mereka. Ia terkesan dengan band ini terutama dengan cara Bono
berkomunikasi dengan penonton. Sejak itu, Mr. McGuinness resmi menjadi
Pada
tahun 1979, U2 merilis EP di bawah label CBS Records bernama ‘U23’ dengan track
: “Out Of Control”, “Boy/Girl” dan “Stories For Boys”. DJ RTE Radio
memutar ketiga lagu tersebut dan meminta pendengar untuk memilih 1 di antara 3
lagu itu yang menjadi lagu favorit mereka. “Out Of Control” menjadi pilihan
terbanyak. Lagu yang Bono tulis saat ia sedang memikirkan ibunya di malam ulang
tahunnya ke-18 itu adalah salah satu lagu penting dalam sejarah U2. ‘U23’
hanya dirilis sebanyak 1000 keping di Irlandia. Sekarang, EP itu menjadi salah
satu barang yang dikejar-kejar kolektor U2.
U2
mencoba untuk mengadakan konser di Inggris, tapi konser ini tidak mendapat
sambutan berarti dan Bono agak frustasi. “Kalau
kamu datang dari Irlandia, Inggris adalah negara yang asing buat kamu.”, kata
Adam. “Meski saya sendiri adalah orang Inggris…”, sambungnya.
Bono
tidak bisa menangkap alasan CBS Inggris yang tetap tidak memperhatikan bandnya
meski bandnya telah sukses di Irlandia. Bono bersama pacarnya, Ali, dan teman
mereka, Andrew Whiteway nekat pergi ke Inggris membawa beberapa EP ‘U23’
mereka lalu mempromosikannya ke radio-radio dan perusahaan rekaman. Usaha mereka
boleh juga. Salah satu pers Inggris memberi pendapat, “Another
great undiscovered Irish band” setelah mendengar EP itu.
Perusahaan-perusahaan rekaman seperti EMI, CBS, Stiff dan A&M langsung
mengirim stafnya ke Dublin untuk melihat group ini.
Pada
saat yang sama, orang tua Edge memberi peringatan pada band ini, “Kalau tidak
ada perkembangan dalam band ini, maka Edge harus belajar engineering
di Bolton Street Technical College”.
Edge sendiri setuju dengan keputusan itu.