|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
A
Page to Rest -
Breathing Space |
Complete list of articles on this site |
Free Downloads |
Judul Asli : The Wisdom of No Escape and The Path of
Loving-kindness Penulis : Pema Chodron Penerjemah : Swarnasanti Edij Juangari Editing : Bhadravajra Heng Tuan Penerbit : Yayasan Penerbit Karaniya, Mei 1994 Ini adalah sebuah buku tentang upaya menghadapi hidup, tentang bersahabat dengan diri kita sendiri dan dunia kita, tentang kemampuan menerima situasi yang menggembirakan maupun yang menyakitkan, situasi untuk "tidak meninggalkan" sesuatu. Isi buku ini mendorong kita agar bangkit seutuhnya terhadap apa pun dan agar kita menggunakan unsur-unsur kehidupan sehari-hari yang kaya dan berlimpah sebagai guru kebatinan dan pemandu utama kita. Pema Chodron adalah seorang bhikshuni Amerika dan salah satu murid utama Chogyam Trungpa, yang telah menunjuknya menjadi Kepala Biara Gampo, sebuah biara Buddha untuk orang-orang Barat di Cape Breton, Nova Scotia, pada tahun 1986. |
DAFTAR ISI
Prakata 1. Cinta Kasih 2. Kepuasan 3. Menemukan Hakekat Kita yang Sejati 4. Ketelitian, Kelembutan, dan Rileks 5. Kebijakan untuk Tidak Menghindar 6. Kegembiraan 7. Memiliki Wawasan yang Lebih Luas 8. Tidak Ada yang Disebut Kisah Nyata 9. Cuaca dan Empat Kesunyataan Mulia 10. Tidak Terlalu Ketat, Tidak Terlalu Longgar 11. Pelepasan 12. Memberi dan Menerima 13. Pernyataan Berlindung 14. Tidak Memilih Samsara maupun Nirvana 15. Dharma yang Diajarkan dan Dharma yang Dialami 16. Berpijak pada Sebuah Perahu 17. Ketidaknyamanan 18. Empat Ingatan Bibliografi PRAKATA Ceramah-ceramah yang terhimpun dalam buku ini disampaikan pada masa latihan satu bulan (dathun) di musim semi 1989. Selama sebulan itu, para peserta, umat biasa maupun umat biara, berlatih teknik meditasi dari Chogyam Trungpa seperti yang dijelaskan dalam buku ini. Meditasi ber-sila yang umum dilakukan itu diimbangi dengan meditasi berjalan dan meditasi bersantap (oryoki) dan kegiatan menjaga keasrian lingkungan biara serta mempersiapkan makanan. Setiap pagi, ceramah tentang topik-topik ini diberikan. Ceramah-ceramah itu dimaksudkan untuk memberikan inspirasi dan mendorong para peserta untuk tetap terjaga sepenuh hati terhadap apa pun yang muncul dan agar mereka mampu memanfaatkan segala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari sebagai guru dan penuntun mereka yang utama. Keindahan alami Biara Gampo, biara yang didirikan untuk orang Barat, pria maupun wanita, oleh Chogyam Trungpa pada tahun 1983, merupakan unsur penting dalam ceramah itu. Biara ini terletak di Pulau Cape Breton, Nova Scotia, di ujung sebuah jalan panjang yang berdebu, di atas tebing tinggi Teluk Saint Lawrence. Di sana, cuaca yang aneh dan tidak menentu, binatang, serta panorama alam menghidupkan suasananya. Begitu orang duduk di dalam ruang meditasi, langit lepas dan air meresap ke dalam hati dan batin. Keheningan tempat itu, yang diperkuat dengan bunyi ombak dan angin, kicau burung dan suara binatang, menyejukkan perasaan. Selama dathun (yang sebagian besar dilalukan di biara tersebut), para peserta menjalankan pancasila: tidak berbohong, tidak mencuri, tidak terlibat dalam aktivitas seksual, tidak membunuh, dan tidak memakan atau meminum sesuatu yang bisa menimbulkan ketagihan. Hasil perpaduan antara alam, kesunyian, meditasi, dan pelaksanaan sila membuahkan suatu situasi yang menyakitkan maupun menggembirakan yang terus berubah dan bergantian. Tanpa sikap tertutup, orang-orang dapat dengan lebih mudah mendengarkan ajaran yang diberikan melalui ceramah-ceramah yang sederhana ini dengan sepenuh hati dan terbuka. Pesan yang disampaikan pada dathun itu dan juga untuk para pembaca adalah agar menjadi diri sendiri tanpa perlu malu atau pun bersikap kasar. Inilah petunjuk untuk mengasihi diri sendiri dan dunia. Oleh karenanya, petunjuk itu disusun secara sederhana, dapat dijalankan untuk meringankan kesengsaraan umat manusia, pada tingkat pribadi maupun global. Saya ingin menghaturkan terima kasih pada Ane Trime Lhamo; Jonathan Green dari Shambhala Publication, yang mendorong saja untuk menerbitkan sebuah buku; Migme Chodron dari Biara Gampo, yang menuliskan dan menyunting ceramah-ceramah itu; dan Emily Hilburn Sell dari Shambhala Publication, yang menyusunnya menjadi bentuk seperti sekarang ini. Adapun yang disampaikan di sini hanyalah pengertian saya yang sangat terbatas, sejauh itu, dari yang diberikan guru saya, Chogyam Trungpa, dengan penuh welas asih dan kesabaran. Semoga bermanfaat. |
I
CINTA KASIH Sudah menjadi kesalahpahaman umum di antara umat manusia, bahwa cara hidup yang terbaik adalah dengan berusaha menjauhkan diri dari rasa sakit dan mencoba meraih kenikmatan hidup. Fenomena ini pun dapat anda amati pada serangga dan burung-burung. Kita semua bersikap demikian. Pendekatan untuk hidup yang lebih mengasyikkan, menggembirakan, dan mendebarkan, adalah dengan memulai membangkitkan rasa ingin tahu kita, tanpa mempedulikan apakah obyek penelitian kita itu berbuah pahit atau manis. Untuk menjalani hidup yang mengatasi semua hal kecil dan prasangka, serta sikap untuk selalu memastikan bahwa segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan kita, untuk menjalani hidup yang lebih utuh, bergairah, dan ceria, kita harus sadar bahwa kita ini mampu mengatasi rasa sakit dan kenikmatan demi menemukan siapa diri kita dan apa sesungguhnya dunia ini, bagaimana kita dan dunia ini berlangsung. Jika terikat pada kenyamanan, kita akan segera lari terbirit-birit begitu dihinggapi rasa sakit; kita tak akan pernah tahu apa yang ada di balik penghalang atau tembok atau peristiwa yang menakutkan itu. Kala orang-orang mulai bermeditasi atau sibuk dengan latihan spiritual yang lain, mereka acapkali berpikir bahwa mereka akan mencapai kemajuan, yang merupakan semacam agresi halus atas siapa diri mereka sebenarnya. Hal ini agak mirip dengan ungkapan, "Jika saya melakukan olahraga jogging, saya akan mejadi orang yang lebih segar; Jika saya punya rumah yang lebih bagus, saya akan menjadi orang yang lebih baik." Atau skenario mereka yang lain adalah dengan meletakkan kesalahan pada orang lain. Mereka bisa berkata, "Jika bukan karena suami saya, saya sudah menjalani perkawinan yang sempurna; Jika bukan karena boss saya, pekerjaan ini pasti hebat; Gara-gara pikirankulah, meditasi ini jadi tak mulus." Akan tetapi, cinta kasih -maitri- pada diri kita tidak berarti menyingkirkan segala-galanya. Maitri berarti kita tetap bisa tergila-gila setelah bertahun-tahun berlatih. Kita masih bisa marah setelah bertahun-tahun berlatih. Kita masih bisa rakus, cemburu, atau penuh dengan berbagai-bagai sifat yang tidak baik. Intinya bukanlah mencoba untuk mengubah diri kita. Latihan meditasi tidak bertujuan menyingkirkan diri kita dan berusaha menjadi sesuatu yang lebih baik. Latihan itu berarti menjadi ramah terhadap apa adanya diri kita, berkompromi dengan diri kita. Itulah dasarnya. Itulah yang kita pelajari. Itulah yang kita coba ketahui dengan rasa ingin tahu dan antusias yang besar. Kadangkala, di antara sesama umat Buddha, kata ego dipakai dengan nada yang mencemoohkan, dengan konotasi yang berbeda dari istilah yang dipakai Freud. Sebagai umat Buddha, kita bisa mengatakan, "Ego saya menimbulkan begitu banyak masalah." Lalu kita berpikir, "Jadi saya seharusnya menyingkirkannya, begitu bukan? Dengan demikian, tidak akan ada lagi masalah." Sebaliknya, tujuannya bukanlah untuk melenyapkan ego, melainkan untuk mulai meneliti diri kita, menyelidiki, dan mencari tahu tentang diri kita yang sebenarnya. Jalan meditasi dan jalan hidup kita semuannya berkaitan dengan rasa ingin tahu, dan hasrat untuk mengenal. Obyeknya adalah diri kita sendiri; kita berada di sini untuk mempelajari dan mengenali diri kita saat ini, bukan beberapa waktu kemudian. Orang-orang sering berkata pada saya, "Saya ingin mengunjungi dan bertanya jawab dengan anda. Saya ingin mengirim surat kepada anda, saya bermaksud menelepon anda, tetapi saya akan melakukannya kalau saya merasa sudah lebih baik." Saya berpikir, "Baiklah, kalau kalian menunggu hingga menjadi seperti saya, kalian boleh menunggu selamanya." Jadi, datanglah seperti apa adanya. Masalahnya adalah kemauan untuk membuka diri, kemauan untuk menyadarinya. Salah satu penemuan utama dalam meditasi adalah melihat bahwa kita terus-menerus lari dari saat tersebut, kita berusaha menghindari dari keberadaan kita di sana sebagaimana adanya. Ini bukanlah suatu kesulitan; yang penting ialah memahaminya. Rasa ingin tahu melibatkan sikap lembut, teliti, dan terbuka -konkretnya, kemampuan untuk melepaskan dan membuka diri. Lembut adalah sikap untuk berbaik hati terhadap diri kita. Teliti adalah kemampuan untuk mengamati dengan jernih, tidak takut melihat apa yang sebenarnya ada di sana, seperti seorang ilmuwan yang tidak takut melihat lewat mikroskopnya. Terbuka adalah kemampuan untuk melepaskan dan mengungkapkan. Hasil yang ingin dicapai dari latihan meditasi selama sebulan yang baru akan kita mulai ini adalah seolah-olah, pada akhir setiap hari, seseorang memperlihatkan kaset video yang pemeran utamanya adalah diri anda, dan anda menyaksikannya sampai tuntas. Anda akan cukup sering mengernyitkan kening dan berseru, "Uh." Anda kemungkinan besar akan melihat bahwa anda melakukan hal-hal yang juga dilakukan orang-orang yang tidak anda sukai dan anda cela terus dalam hidup ini, orang-orang yang telah anda hakimi. Intinya, bersahabat dengan diri anda sendiri adalah bersahabat dengan orang-orang itu juga. Oleh karena anda memiliki sikap jujur, lembut, dan baik hati, bersama-sama dengan kejelasan pandangan atas diri anda sendiri, tidak akan ada lagi halangan untuk menyayangi orang lain juga. Jadi, landasan bagi maitri adalah diri kita sendiri. Kita berada di sini untuk mengenal dan mempelajari diri kita. Jalan, cara kita melakukannya, wahana utama kita, adalah meditasi dan kewaspadaan. Hasrat kita tidak cukup dibatasi dengan hanya duduk di sini; Manakala kita berjalan di aula, ke kamar mandi, mempersiapkan makanan, berjalan-jalan di luar, atau berbicara dengan teman -apa pun yang kita lakukan-kita berusaha mempertahankan sikap waspada, terbuka, dan ingin tahu atas apa yang sedang terjadi. Barangkali kita akan mengalami sesuatu yang secara tradisional digambarkan sebagai buah dari maitri -keceriaan. Jadi, mudah-mudahan kita akan menjalani bulan yang bermanfaat di sini, belajar mengenal diri sendiri dan menjadi lebih riang, bukannya cemberut. |
II
KEPUASAN Penting diketahui bahwa menyadari bahwa kita berada di sini, duduk dalam meditasi, melakukan hal-hal sederhana setiap hari seperti bekerja, berjalan-jalan di luar, berbicara dengan orang-orang, mandi, dan makan, merupakan semua yang diperlukan untuk menjadi sadar sepenuhnya, benar-benar hidup, benar-benar manusiawi. Juga membantu untuk mengingat-ingat bahwa tubuh kita ini, tubuh yang sedang duduk di sini, di tempat ibadah ini, tubuh yang barangkali penat ini walaupun baru dua hari berada di sini, dan pikiran kita ini, adalah komponen-komponen tepat yang kita butuhkan untuk menjadi manusia seutuhnya, untuk benar-benar sadar, dan benar-benar hidup. Lebih jauh lagi, perasaan-perasaan yang kita alami saat ini, yang negatif maupun yang positif, sebenarnya merupakan yang kita butuhkan. Sama halnya dengan saat kita mencari di sekitar kita, harta paling berharga untuk bisa hidup dengan nyaman, baik, lengkap, penuh semangat, penuh harapan; dan kita menemukannya di sini. Puas dengan apa yang sudah kita miliki adalah kunci ajaib untuk hidup baik, tidak terikat, dan penuh harapan. Salah satu rintangan terbesar pada apa yang dikenal sebagai pencerahan adalah keresahan, merasa ditipu, kesal terhadap diri anda, di mana anda berada, siapa diri anda itu. Itulah sebabnya kita berbicara begitu banyak tentang kompromi dengan diri sendiri karena, untuk beberapa alasan, kita tidak mendapatkan rasa puas itu sepenuhnya dan selengkapnya. Meditasi adalah proses meringankan dan menyadari bahwa kebijakan mana pun yang muncul, muncul dalam apa yang telah kita miliki. Kebijakan kita semuanya berbaur dengan urat syaraf kita. Kecemerlangan, kesegaran, kecerdasaan kita, semuanya berbaur dengan emosi dan kebingungan kita, dan karenanya tidak ada gunanya berusaha membuang aspek-aspek negatif dalam diri kita; sebab dalam proses pembuangan itu, kita juga membuang keajaiban kita. Kita mampu mengarahkan hidup kita menjadi lebih sadar akan siapa diri kita, apa yang sedang kita lakukan, daripada berusaha memperbanyak, mengubah, atau menyingkirkan siapa diri kita dan apa yang sedang kita lakukan. Kuncinya adalah sadar, menjadi lebih waspada, lebih ingin tahu tentang diri kita. Saat kita duduk bermeditasi, kita sedang mengupas aspek kemanusiaan dan semua kreasi dalam bentuk diri kita. Kita dapat menjadi ahli dalam hal amarah, kecemburuan, dan protes diri, demikian juga dalam hal kegembiraan, kemurahan hati, dan kearifan. Setiap hal yang dirasakan umat manusia, juga kita rasakan. Kita dapat menjadi sangat bijaksana, peka terhadap semua manusia dan seluruh alam semesta, hanya dengan mengenali diri kita sendiri, seperti apa adanya. Kita kembali membicarakan soal cinta kasih, dengan cara yang sedikit berbeda. Landasan bagi cinta kasih adalah kepuasan terhadap siapa dan apa diri kita ini. Jalan ini terdengar aneh, kita kembali menjadi anak berumur dua atau tiga tahun, yang hendak mengetahui semua yang tidak diketahuinya dengan mulai bertanya tentang apa saja. Kita tahu kita tidak akan benar-benar dapat menemukan jawabannya karena pertanyaan-pertanyaan seperti ini datang dari rasa lapar dan rasa haus terhadap kehidupan - yang tidak ada kaitannya dengan pemecahan semuanya atau menyimpannya dalam sebuah peti emas. Pertanyaan-pertanyaan jenis ini adalah penjelajahan. Buah hasilnya ada pada awal dari penyadaran kebersamaan kita dengan semua makhluk. Kita sadar bahwa kita punya saham dalam segala yang dimiliki dan ada pada orang lain. Perjalanan kita untuk membangun persahabatan dengan diri sendiri bukanlah sesuatu yang mementingkan diri sendiri. Kita tidak sedang mencoba mengumpulkan semua yang baik-baik untuk diri sendiri. Jalan ini adalah suatu proses mengembangkan cinta kasih dan pengertian sejati terhadap orang lain juga. |
III
MENEMUKAN HAKEKAT KITA YANG SEJATI (1) Dalam salah satu khotbah-Nya, Sang Buddha bercerita tentang empat jenis kuda: kuda unggul, kuda yang baik, kuda buruk, dan kuda pecundang. Kuda unggul, menurut sutra (khotbah atau ajaran Sang Buddha) itu, berlari bahkan sebelum pecut menyentuh punggungnya, bayangan pecut atau suara kusir saja pun cukup membuatnya berlari. Kuda yang baik berlari setelah pecutan ringan mengenai badannya. Kuda buruk mau bergerak sebelum merasa sakit akibat dipecut, dan kuda pecundang tetap diam hingga rasa sakit itu menusuk tulangnya. Pada waktu Shunryu Suzuki bercerita tentang kuda-kuda ini dalam bukunya, Zen Mind, Beginner's Mind, ia menyebutkan bahwa kebanyakan orang hendak menjadi kuda yang unggul, namun sebenarnya, kala kita duduk, tidak menjadi masalah apakah kita ini kuda terbaik atau terburuk. Ia lebih lanjut menyatakan bahwa sesungguhnya, kuda yang benar-benar sulit adalah praktisi terbaik. Yang telah saya sadari melalui latihan adalah bahwa latihan itu bukanlah untuk menjadikan kita kuda unggul, baik, buruk, ataupun kuda pecundang. Latihan adalah untuk menemukan hakekat sejati diri kita, dan lalu berbicara mulai dari sana, bertindak dari sana. Apa pun sifat yang kita miliki, itulah mestika dan keindahan kita; Itulah yang ditanggapi oleh orang lain. Satu kali, saya berkesempatan berbicara dengan Chogyam Trungpa, Rinpoche, mengenai fakta bahwa saya tidak mampu menjalankan latihan dengan benar. Waktu itu, saya baru mulai berlatih secara Vajrayana dan saya harus melakukan visualisasi. Saya tidak mampu memvisualisasi apa pun. Saya mencoba dan mencoba lagi, tetapi tidak berhasil juga; saya merasa seperti orang dungu karena latihan itu tidak biasa bagi saya. Saya cukup sengsara karena setiap orang kelihatannya sedang melakukan berbagai macam visualisasi dan melakukannya dengan sangat baik. Beliau berkata, "Saya selalu meragukan mereka yang senantiasa berkata bahwa semuanya beres. Jika anda berpikir bahwa segalanya berjalan dengan benar, itu menunjukkan suatu keangkuhan. Jika latihan itu terlalu mudah bagi anda, anda akan menjadi santai. Anda tidak benar-benar berjuang, dan karenanya anda tidak pernah tahu bagaimana menjadi manusia seutuhnya." Jadi, beliau mendorong saya dengan mengatakan bahwa sepanjang saya masih memiliki keraguan seperti itu, latihan saya akan berlangsung dengan baik. Jika anda mulai berpikir bahwa semuanya berjalan sempurna dan merasa lebih baik dari yang lain, berhati-hatilah! Suatu kali, Dainin Katagiri Roshi bercerita tentang pengalamannya sendiri menjadi kuda pecundang. Pada waktu pertama kali datang ke Amerika dari Jepang, ia adalah seorang rahib muda di usianya menjelang tiga puluh. Ia sudah menjadi rahib sejak di Jepang -di sini semuanya begitu teliti, bersih, dan rapi- untuk waktu yang lama. Di Amerika, murid-muridnya adalah kaum hippy yang berambut panjang, berbaju compang-camping, dan tidak beralas kaki. Ia tidak menyukai mereka. Ia merasa tidak tahan menghadapi hippy. Gaya mereka tidak sesuai dengan prinsip hidupnya. Ia mengatakan, "Jadi, sepanjang hari saya berceramah soal welas asih, di kala malam saya akan pulang ke rumah dan menangis karena saya tidak menyukai murid-murid saya, saya harus belajar lebih keras untuk mengembangkan hati yang bersih." Sebagaimana yang dikatakan Suzuki Roshi dalam ceramahnya, itulah intinya: karena kita melihat diri kita sebagai kuda pecundang, kita mendapat semangat untuk berusaha lebih keras. Di Biara Gampo, ada seorang bhikshu Tibet, Lama Sherap Tendar, yang mengajar kami memainkan alat musik Tibet. Kami disuruh mempelajari alat musik Tibet selama empat puluh sembilan hari; Kami juga akan belajar tentang banyak hal lain lagi, kami kira begitu. Akan tetapi, ternyata selama empat puluh sembilan hari, dua kali sehari, yang kami kerjakan hanyalah belajar memainkan gembreng dan gendang, serta cara memainkan kedua alat musik ini bersama-sama. Kami berlatih sendiri, dan kemudian kami akan mempertunjukkannya di depan Lama Sherap, yang akan duduk di sana dengan mimik sedikit rasa sakit di wajahnya. Selanjutnya, ia akan menuntun tangan kami dan memperlihatkan cara memainkannya. Lalu, kami harus memainkannya sendiri dan ia akan menghela nafas. Ini berlangsung selama empat puluh sembilan hari. Ia tidak pernah mengatakan bahwa kami telah melakukannya dengan baik, tetapi ia bersikap sangat lembut dan sangat manis. Akhirnya, ketika semua telah berlalu dan setelah menyelesaikan penampilan terakhir, kami melakukan toast dan kata sambutan; Lama Sherap berkata, "Sebenarnya prestasi kalian semua sangat bagus. Kalian giat sekali sejak semula, namun saya tahu jika dari awal saya katakan kalian bagus, kalian akan berhenti berusaha." Ia benar. Ia menggunakan cara yang sedemikian halus untuk mendorong kami sehingga kami tidak merasa tersinggung atau pun patah semangat. Cara yang digunakannya ialah membuat kami merasa bahwa ia tahu cara yang benar untuk memainkan gembreng; ia telah memainkannya sejak kecil, dan kami cuma perlu terus berusaha. Jadi, selama empat puluh sembilan hari kami benar-benar bekerja keras. Kita dapat memperlakukan diri kita dengan cara yang sama. Kita tidak perlu kasar terhadap diri kita saat berpikir, dengan duduk di sini, bahwa meditasi, oryoki, atau keadaan kita di dunia ini termasuk dalam kategori kuda pecundang. Kita bisa menjadi sangat simpatik dengan hal itu dan memanfaatkannya sebagai motivasi untuk terus berusaha mengembangkan diri sehingga bisa menemukan hakikat kita sendiri. Kita tidak hanya akan menemukan hakikat diri kita yang sejati, tetapi kita juga akan belajar mengenai orang lain karena dalam hati kecil kita, hampir semua di antara kita merasa dirinya sebagai kuda pecundang. Anda boleh menganggap diri anda sombong, tetapi setiap orang yang pernah merasa sombong tahu bahwa sifat itu cuma untuk menutupi perasaan sebenarnya bahwa ia adalah kuda pecundang, dan selalu berusaha membuktikan hal yang sebaliknya. IV KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (1) Dalam meditasi dan di dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga sifat diri yang bisa kita pupuk, kembangkan, dan hasilkan. Kita sudah memiliki ketiga-tiganya, namun sifat-sifat itu bisa dimatangkan: ketelitian, kelembutan, dan kemampuan untuk melepaskan sesuatu. Dalam memberikan ajaran-Nya, Sang Buddha tidak menyatakan bahwa kita adalah orang jahat atau terdapat dosa dalam diri kita yang sudah kita warisi sejak dulu -dosa asal atau yang lainnya- yang membuat diri kita kotor dan tidak bersih bersih, lebih kasar dan bukan lembut, tertutup dan bukan terbuka. Beliau mengajarkan kepada kita bahwa ada sejenis kesalahpahaman yang kita semua alami, sesuatu yang bisa diungkapkan, dibetulkan, dan dijelaskan, seolah-olah kita sedang berada di dalam sebuah ruangan gelap dan seseorang menunjukkan kepada kita tempat saklar lampu berada. Bukan merupakan suatu dosa kalau kita berada dalam suatu ruangan yang gelap gulita. Itu adalah suatu keadaan yang biasa, namun alangkah beruntungnya kalau seseorang menunjukkan kepada kita letak saklar lampu. Dengan demikian, terang akan muncul dalam hidup kita. Kita bisa mulai membaca buku, saling melihat wajah orang yang berada di dalamnya satu dengan yang lain, mengetahui warna dinding, mengamati binatang-binatang kecil yang merayap masuk dan keluar ruangan. Demikian juga, jika kita melihat apa yang disebut dengan keterbatasan dengan kejernihan, ketelitian, kelembutan, lalu membiarkannya berlalu, lebih terbuka lagi, kita akan mulai menemukan bahwa dunia kita lebih lapang, lebih segar, dan lebih menarik daripada yang pernah kita bayangkan sebelumnya. Dengan kata lain, kunci untuk merasakan kehidupan yang lebih utuh dan lebih tidak tertutup adalah melihat dengan lebih jernih siapa diri kita dan apa yang sedang kita lakukan. Kekeliruan yang biasa membuat kita terperangkap dalam gaya hidup yang bodoh, jahat, dan tertutup, adalah kondisi bahwa kita tidak pernah didorong untuk melihat dengan jelas apa yang dapat kita lihat dengan sikap lembut. Sebaliknya, ada sejenis kesalahpahaman mendasar bahwa kita harus berusaha untuk menjadi lebih baik daripada yang selama ini kita jalani, bahwa kita harus berusaha untuk memajukan diri kita, bahwa kita harus berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang menyakitkan, dan bahwa kalau saja kita mampu belajar bagaimana menyingkirkan rasa sakit, kita akan hidup bahagia. Itulah kesalahpahaman yang lugu, naif, yang ada dalam diri kita semua, yang membuat kita tidak bahagia. Meditasi bertujuan melihat dengan jernih tubuh yang kita miliki, pikiran yang kita miliki, keadaan yang sedang kita hadapi, pekerjaan yang kita laksanakan, dan orang-orang yang kita jumpai selama hidup kita. Masalah di sini adalah bagaimana kita bereaksi terhadap semua hal itu. Yang juga termasuk di dalamnya adalah melihat perasaan dan pikiran kita sebagaimana adanya sekarang ini, pada detik ini juga, di ruangan ini, di tempat kita duduk ini. Persoalannya adalah tidak mencoba menyingkirkannya, tidak berusaha menjadi lebih baik daripada kita sekarang, tetapi hanya melihat dengan jelas, teliti, dan lembut. Dalam sebulan latihan meditasi ini, kita akan belajar menumbuhkan kelembutan, ketelitian, dan kemampuan untuk membiarkan kepicikan berlalu, belajar bersikap terbuka terhadap emosi dan pikiran-pikiran kita, terhadap semua orang yang kita temui di dunia ini, belajar membuka hati dan pikiran kita. Ini bukanlah suatu rencana untuk mengembangkan diri; bukanlah suatu situasi bahwa anda berusaha menjadi lebih baik daripada diri anda sekarang ini. Jika anda memiliki watak yang buruk dan merasa telah melukai diri anda dan orang lain, anda mungkin berpikir bahwa duduk selama seminggu atau sebulan akan membuat watak buruk itu lenyap -anda akan menjadi orang yang menyenangkan seperti yang selalu anda impikan. Sepatah kata kasar pun tidak akan pernah terlepas dari mulut mungil anda. Masalahnya adalah bahwa dorongan untuk mengubah diri adalah suatu bentuk mendasar serangan terhadap diri sendiri. Masalah lain adalah bahwa penyerahan kita, beruntung atau sayang sekali, menyangkut harta kekayaan kita. Gejolak jiwa dan kebijaksanaan kita tersusun atas bahan yang sama. Jika anda membuang gejolak jiwa itu, anda juga telah membuang kebijaksanaan anda. Orang yang sedang marah besar juga memiliki banyak sekali energi; energi itulah yang begitu menarik dalam dirinya. Itulah alasan orang-orang menyukai orang itu. Intinya bukanlah berusaha menyingkirkan amarah anda, tetapi bersahabat dengannya, memahaminya dengan jernih, penuh ketelitian dan kejujuran, dan juga melihatnya dengan sikap lembut. Itu artinya tidak menghakimi diri anda sebagai orang yang jahat, tetapi tidak pula berarti menyombongkan diri anda dengan berkata, "Sungguh baik orang seperti saya ini, benarlah adanya kalau saya bertindak seperti ini. Orang lain sangat mengecewakan, tidak salah jika saya memarahi mereka." Sikap lembut tidak mengekang kemarahan, tetapi juga tidak membiarkannya. Kadang-kadang kita berlaku lebih halus dan lebih lapang hati daripada kedua sikap itu. Ini menyangkut usaha untuk belajar, setelah anda memahami perasaan marah dengan sepenuhnya dan memiliki pengetahuan tentang siapa dan apa anda, untuk membiarkannya berlalu. Anda bisa membiarkan berlalu kisah sedih yang biasanya mengikuti kemarahan dan mulai melihat dengan jernih cara anda membuat segala sesuatu berjalan dengan baik. Jadi, baik itu rasa takut, atau kemelekatan, atau cemburu, atau tekanan batin -apapun perasaan itu- yang penting bukanlah usaha untuk menyingkirkannya, melainkan untuk bersahabat dengannya. Itu artinya mencoba mengenali dengan seutuhnya, dengan semacam kelembutan, dan belajar bagaimana, setelah anda mengalami dengan sepenuhnya, membiarkannya berlalu. Teknik meditasi sendiri menumbuhkan kejelian, sikap lembut, dan kemampuan untuk merelakan sesuatu -sifat-sifat yang sudah ada dalam diri kita. Sifat-s ifat itu bukanlah untuk diraih, tetapi merupakan sesuatu yang dapat kita keluarkan, tumbuhkan, dan temukan kembali dalam diri kita. Sekarang, saya akan mengupas teknik meditasi dan menunjukkan bagaimana meditasi itu membantu kita mengungkapkan sifat-sifat ini. |
IV
KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (2) KETELITIAN Teknik ini, pertama-tama, ambillah posisi yang baik, dan tahap kedua, perhatikan nafas yang keluar. Ini adalah nafas keluar anda yang biasa, tidak dimanipulasi ataupun diatur dengan cara apa pun. Menyatulah dengan nafas itu saat dikeluarkan, rasakan nafas itu keluar, sentuh nafas itu saat keluar. Ini tampaknya mudah, tetapi untuk benar-benar menyatu dengan nafas itu dan menyatu dengan setiap nafas membutuhkan banyak ketelitian. Pada waktu anda duduk dan mulai bermeditasi, keadaan bahwa anda selalu kembali kepada nafas akan menghasilkan ketelitian, kejernihan, dan keakuratan pikiran anda. Kenyataannya, dengan selalu kembali kepada nafas dan berusaha dengan cara yang lembut, anda menyatu dengan nafas dan juga menajamkan batin anda. Bagian ketiga dari teknik ini, saat sadar bahwa anda sedang berpikir, anda katakan pada diri sendiri, "Berpikir." Ini pun memerlukan banyak ketelitian. Bahkan meskipun seolah-olah anda tersadar dari sebuah mimpi dan sadar bahwa anda tadi sedang berpikir, kemudian anda langsung kembali kepada nafas dan secara kebetulan melupakan pemberian label, anda tetap harus berhenti sejenak, dan katakan pada diri anda sendiri, "Berpikir." Gunakan label ini karena label bersifat teliti dan tepat. Cuma untuk mengetahui bahwa anda sedang berpikir, cuma itu, tidak lebih dan tidak kurang. Cuma "berpikir".. Menyatu dengan nafas menumbuhkan ketelitian pikiran anda, dan tatkala anda memberi label, itu pun menimbulkan ketelitian pikiran. Pikiran anda menjadi lebih jernih dan stabil. Saat bermeditasi, anda sebaiknya menyadari hal ini. KELEMBUTAN Jika kita hanya memberikan tekanan pada ketelitian, meditasi kita bisa jadi kasar dan keras. Usaha itu bisa menjadi terlalu terpaku pada hasil. Jadi, kita juga memberikan tekanan pada kelembutan. Satu hal yang sangat membantu adalah mengembangkan makna yang menyeluruh dari kata rileks saat anda bermeditasi. Saya pikir anda memperhatikan bahwa tatkala mulai menjadi lebih sensitif dan lebih sadar, anda akan merasakan perut cenderung sangat tegang dan bahu terasa sangat ketat. Akan sangat membantu jika anda memperhatikan hal ini, dan kemudian dengan sengaja melemaskan perut, bahu, dan leher anda. Jika anda mendapatkan kesulitan untuk rileks, lakukanlah dengan perlahan-lahan, sabar, dan lembut. Nafas yang keluar, tidak hanya mematangkan ketelitian pikiran, tetapi juga menghasilkan sifat lembut yang sudah ada, sifat penuh perhatian ini, atau kehangatan, sifat penuh kasih sayang, karena perhatian pada nafas sangatlah halus. Jika anda sedang melakukan suatu teknik yang menyatakan, "Pusatkan perhatian pada nafas yang keluar, berikan seratus persen perhatian pada nafas yang keluar" (dan terdapat banyak teknik seperti ini yang sangat bermanfaat), ketelitian akan tumbuh, tetapi bukan kelembutan. Akan tetapi, karena teknik ini tidak hanya mematangkan ketelitian, tetapi juga kelembutan, instruksi yang diberikan adalah pusatkan hanya dua puluh lima persen pada nafas yang keluar, yang sebenarnya sangat sedikit. Masalahnya adalah jika anda berkonsentrasi pada nafas yang keluar dan hanya pada nafas itu, anda tidak akan menyadari keberadaan orang yang berada di sebelah anda, pada lampu yang hidup dan mati, pada suara ombak. Namun, dengan teknik ini, karena mata anda terbuka dan karena perhatian yang diberikan bukanlah perhatian yang ketat, dan karena penekanan keseluruhan latihan ini adalah keterbukaan, anda tidak menutup diri dari segala sesuatu yang sedang berlangsung meskipun anda memusatkan perhatian pada nafas yang keluar. Jadi, cuma dua puluh lima persen perhatian diberikan pada nafas yang keluar. Perhatian yang lain lebih tidak spesifik; hanya menyadari bahwa anda berada dalam ruangan ini bersama bermacam-macam benda yang lain. Jadi, kita berikan instruksi, "Perhatikanlah nafas yang keluar, menyatulah dengan nafas yang keluar," dan itulah yang anda lakukan. Akan tetapi, instruksi bahwa perhatian yang diberikan cuma dua puluh lima persen, benar-benar memberikan gagasan bahwa itu bukanlah latihan konsentrasi -ada suatu sentuhan halus pada nafas yang sedang keluar. Sentuhlah nafas itu dan biarkan berlalu. Sentuhan itu adalah bagian ketelitian dan juga bagian yang lembut. Sentuhlah dengan halus dan biarkan berlalu. IV KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (3) Jika obyek meditasi anda merupakan sesuatu yang konkrit, sesuatu yang berbentuk dan bisa disentuh -suatu gambar, patung, sebuah titik di atas lantai, atau sebuah lilin- latihan yang anda jalankan lebih bersifat ke arah konsentrasi. Akan tetapi, nafas itu sangat halus; meskipun anda berniat memberikan seratus persen perhatian padanya, akan sukar sekali melakukannya karena nafas sangatlah ringan, mengalir, dan memenuhi ruang. Sebagai obyek meditasi, nafas membawa rasa kelembutan dan kehalusan. Rasanya seolah-olah sedang menghayati angin dingin, tetapi dalam hal ini, yang dimaksud adalah nafas keluar yang biasa, dan tidak dibuat-buat. Teknik dengan nafas ini disebut sebagai tanpa suatu tujuan. Anda melakukannya tidak demi tujuan tertentu, melainkan hanya untuk hidup sepenuhnya. Hidup sepenuhnya bukanlah sesuatu yang terjadi satu kali, kemudian anda memilikinya untuk selamanya; maksudnya cuma sadar pada nafas, aliran, pergerakan, dan penciptaan kehidupan, menjadi hidup pada proses kehidupan itu sendiri. Ini juga memiliki sifat kelembutannya. Jika ada suatu tujuan yang akan dicapai, seperti "tiada pikiran", kondisinya tidak akan cukup lembut. Anda harus berusaha keras untuk menyingkirkan pikiran-pikiran itu, dan anda mungkin tidak mampu melakukannya. Kenyataannya ialah bahwa bila tidak ada tujuan yang hendak dicapai, tingkat kelembutan itu akan bertambah. Momen anda memberi label pada pikiran anda "berpikir" barangkali merupakan kunci untuk teknik mengembangkan kelembutan, simpati, dan kasih sayang. Rinpoche selalu berkata, "Perhatikan nada suara anda tatkala menyebut "berpikir". Bisa jadi, ucapan itu terdengar kasar, tetapi sebenarnya kata itu hanyalah bentuk eufemisme dari, "Setan! Engkau berpikir lagi. Bodoh kamu, setan menguasaimu!" Anda bisa benar-benar mengatakan, "Dungu! Anda murid yang resah, tidak ada harapan sama sekali." Akan tetapi, itu bukanlah segala-galanya. Yang terjadi adalah anda telah memperhatikan! Selamat untuk anda, anda telah memahaminya! Anda sudah menyadari sendiri bahwa pikiran itu terus-menerus berpikir, dan menggembirakan bahwa anda telah mengerti. Setelah memahaminya, biarlah pikiran itu berlalu. Katakan, "Berpikir." Jika anda merasakan bahwa anda bertindak kasar, katakan untuk yang kedua kalinya sekedar untuk menumbuhkan perasaan bahwa anda mampu mengatakannya pada diri anda dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Dengan kata lain, anda sedang mengembangkan sikap tidak menghakimi. Anda tidak sedang mengritik diri sendiri, anda cuma melihat apa adanya dengan teliti dan lembut, melihat proses berpikir sebagai berpikir. Inilah cara teknik ini mengembangkan tidak hanya ketelitian, tetapi juga kelembutan, kehalusan, dan perasaan hangat pada diri sendiri. Kejujuran akan kelembutan dan kebaikan hati dari kelembutan adalah sifat untuk bersahabat dengan diri sendiri. Jadi, selama latihan ini, seiring dengan menjadi teliti semampu anda, benar-benar berikan juga tekanan pada kelembutan. Jika merasakan tubuh anda tegang, lemaskanlah. Jika pikiran anda tegang, bersantailah. Rasakan luasnya nafas yang keluar menuju ruang. Saat pikiran muncul, sentuhlah pikiran itu dengan halus, seperti bulu menyentuh gelembung air. Biarkan segalanya halus dan lembut, tetapi pada saat yang sama, menjadi teliti. MEMBIARKAN BERLALU Aspek ketiga dari metode ini adalah keterbukaan atau membiarkan berlalu. Teknik yang tampak bersahaja ini membantu kita menemukan kembali kemampuan yang telah kita miliki untuk membuka lebar-lebar pikiran yang sempit dan membiarkan berlalu kepicikan atau pandangan kaku apa pun. Ketelitian dan kelembutan mempunyai wujud yang nyata. Anda bisa berlatih untuk lebih akurat mengenai nafas keluar, lebih akurat dalam hal pemberian label. Anda bisa melemaskan perut, bahu, dan tubuh, dan anda juga bisa menjadi lebih lembut pada nafas keluar serta lebih simpatik pada pemberian label. Akan tetapi, sikap membiarkan berlalu tidaklah semudah itu. Sebaliknya, sifat ini adalah sesuatu yang muncul sebagai hasil berlatih ketelitian dan kelembutan. Dengan kata lain, tatkala berlatih bersikap benar-benar tulus pada petunjuk, berbuat setepat yang anda mampu dan sekaligus juga sepenuh kasih sayang yang anda bisa, kemampuan membiarkan berlalu muncul dengan sendirinya; Anda tidak memaksanya. Anda juga semestinya tidak memaksakan ketelitian atau kelembutan. Namun, jika anda mampu menjalankan usaha untuk mencapai ketelitian, anda akan mampu pula mencapai kelembutan, tetapi akan terasa sukar melakukan usaha untuk mencapai sikap membiarkan berlalu. Meskipun demikian, saya akan melukiskan teknik yang menuntun anda pada penemuan kembali kemampuan untuk membiarkan berlalu dan bersikap terbuka. |
IV
KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (4) Anda mungkin heran mengapa kita memperhatikan nafas yang keluar dan hanya pada nafas yang keluar. Mengapa kita tidak memperhatikan nafas keluar dan nafas yang masuk? Ada teknik-teknik lain yang sangat bagus yang memberikan instruksi kepada praktisi untuk memperhatikan nafas yang keluar dan nafas yang masuk. Teknik itu benar-benar menajamkan pikiran dan membawa perhatian terpusat yang berkesinambungan, tanpa jeda. Akan tetapi, dalam teknik meditasi ini, kita menyatu dengan nafas yang keluar; tidak ada petunjuk khusus tentang yang harus dikerjakan menjelang nafas keluar yang berikutnya. Di dalam teknik ini, terdapat kemampuan untuk bersikap membiarkan berlalu di ujung nafas yang keluar, untuk terbuka pada ujung nafas keluar karena untuk sesaat benar-benar tidak ada petunjuk agar berbuat apa. Terdapat kemungkinan dari yang disebut Rinpoche sebagai "kesenjangan" di ujung nafas keluar. Anda memperhatikan nafas yang sedang keluar, lalu berhenti sejenak saat nafas ditarik. Seolah-olah anda ... berhenti sejenak. Tidak akan berguna jika mengatakan, "Jangan memperhatikan nafas yang keluar." Hal ini sama halnya dengan mengatakan, "Jangan memikirkan gajah berwarna jingga." Jika anda disuruh tidak memperhatikan sesuatu, akan muncul obsesi. Walaupun demikian, perhatian diarahkan pada nafas keluar, dan ada semacam perasaan menunggu hingga nafas keluar yang berikutnya, suatu kesan tanpa kegiatan. Orang bisa membiarkan berlalu saja di akhir nafas yang keluar. Nafas keluar dan melarut, dan mungkin ada kesan membiarkan berlalu sepenuhnya. Tidak ada yang dipegang hingga nafas keluar yang berikutnya. Walaupun sukar untuk berbuat seperti itu, tatkala anda mulai berlatih dengan perhatian pada nafas yang keluar, lalu berhenti sejenak, menunggu, dan kemudian memperhatikan nafas keluar yang berikutnya, kesan mampu membiarkan berlalu mulai menyingsing di hadapan anda. Jadi, jangan banyak berharap -laksanakan saja teknik ini, setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun, cara anda menghadapi dunia akan berubah. Anda akan mempelajari sikap membiarkan berlalu dan mampu membuka tabir kepercayaan yang tertutup mengenai segala sesuatu. Pengalaman memberi label pada pikiran "berpikir" juga, lambat laun, akan menjadi refleks. Anda mungkin saja larut dalam fantasi, dalam ingatan masa lalu atau rencana masa depan, sepenuhnya larut, seolah-olah anda telah berangkat dengan pesawat terbang dan tiba di suatu tempat yang lain. Anda berada di tempat lain dan bersama-sama dengan orang lain, anda telah merancang ulang sebuah ruangan baru, atau anda mengalami kembali kejadian yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, anda larut dalam memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi, tetapi anda benar-benar terlibat seolah-olah dalam mimpi. Lalu, sekonyong-konyong anda sadar, dan pikiran segera kembali. Itu terjadi dengan sendirinya. Anda berkata pada diri sendiri, "Berpikir," dan ketika anda berkata demikian, pada hakekatnya yang anda lakukan adalah membiarkan berlalu semua pikiran-pikiran itu. Anda tidak mengekang pikiran-pikiran itu. Anda mengenali pikiran-pikiran itu melalui proses "berpikir" dengan jernih dan baik hati, lalu anda membiarkannya berlalu. Sekali anda mengalaminya, anda akan merasa sungguh luar biasa, anda bisa benar-benar terobsesi oleh harapan, rasa takut, atau semua pikiran yang lain, dan anda bisa menyadari apa yang telah anda lakukan -tanpa mencelanya-serta dapat membiarkannya berlalu. Ini barangkali salah satu metode paling ampuh yang bisa diberikan kepada anda, kemampuan untuk membiarkan segalanya berlalu, tidak terjerat dalam jaring pikiran-pikiran anda yang marah, penuh nafsu, cemas, atau merisaukan. |
V
KEBIJAKAN UNTUK TIDAK MENGHINDAR Kemarin saya membahas tentang mengembangkan ketelitian, kelembutan, dan keterbukaan, serta melukiskan bagaimana teknik meditasi membantu kita mengingat kembali sifat-sifat yang sebenarnya sudah kita miliki. Kadang-kadang, ajaran juga memberi tekanan pada kebijaksanaan, kecemerlangan, atau logika yang kita miliki, tetapi kadang-kadang, ajaran memberi tekanan pada rintangan-rintangan, bagaimana kita bisa terperangkap dalam suatu tempat yang kecil dan gelap. Ini sebenarnya dua sisi dari mata uang: saat dipersatukan, inspirasi (atau keadaan baik) dan beban (atau keadaan buruk) menggambarkan keadaan umat manusia. Itulah yang kita lihat saat bermeditasi. Kita lihat betapa indah dan menakjubkannya segala sesuatu dan kita lihat betapa terjeratnya kita. Ini bukan berarti satu adalah bagian yang baik dan satu lagi bagian yang buruk, tetapi ini adalah sesuatu yang menarik, harum, kaya, dan juga berantakan. Tatkala semua itu bergabung menjadi satu, itulah kita: kemanusiaan. Itu yang akan kita pahami dengan berkumpul di sini. Baik yang cemerlang maupun yang menyengsarakan ada di sini setiap saat; keduanya saling terkait. Bagi suatu makhluk yang telah cerah sepenuhnya, perbedaan antara yang kalut dan yang bijak sangat sukar untuk dilihat karena bagaimanapun juga, energi yang mendasari keduanya adalah sama. Energi kreatif dasar kehidupan -daya hidup- muncul dan menduduki semua bentuk kehidupan. Itu bisa dialami sebagai semangat yang terbuka, bebas, tanpa beban, penuh kemungkinan; Atau energi yang sama ini dapat dialami sebagai suatu keterikatan yang sempit, terhimpit, dan menyedihkan. Walaupun terdapat begitu banyak ajaran, begitu banyak metode meditasi, begitu banyak petunjuk, dasar dari semua itu adalah belajar menjadi sangat jujur dan sepenuh hati mengenai apa yang muncul dalam pikiran Anda -beban pikiran, emosi, sensasi jasmani, segala sesuatu yang secara bersama-sama membentuk apa yang kita sebut "saya" atau "aku". Tidak ada orang lain yang dapat memilihkan untuk anda mana yang harus diterima dan yang harus ditolak, dalam arti mana yang membuat anda bangkit dan mana yang membuat anda jatuh. Siapa pun tidak dapat menentukan untuk anda apa yang harus diterima -yang membuat dunia anda terbuka- dan apa yang harus ditolak -apa yang membuat anda terus-menerus terperangkap dalam derita yang sama. Meditasi ini disebut nonteistik, yang tidak ada kaitannya dengan percaya pada Tuhan atau tidak percaya pada Tuhan, tetapi memiliki makna bahwa tiada orang selain diri anda sendiri yang bisa menentukan mana yang diterima dan mana yang ditolak. Latihan meditasi membantu kita mengenali energi dasar ini dengan baik, dengan penuh kejujuran dan kehangatan hati, dan kita mulai menunjukkan pada diri kita sendiri apa yang merupakan racun dan obat, yang memberikan makna yang berbeda bagi masing-maisng individu. Misalnya, ada orang yang tahan minum banyak kopi dan kopi itu benar-benar menyegarkan mereka sehingga mereka merasa tidak kantuk; yang lain hanya bisa meneguk sedikit saja dan kemudian kepalanya pusing; jadi, ini semua berhubungan dengan energi kita masing-masing. Kita adalah satu-satunya orang yang tahu apa yang membangunkan kita dan yang membuat kita tertidur. Jadi, kita duduk di sini di atas bantal merah ini, di dalam ruangan yang cerah dengan altar yang indah dan gambar besar Karmapa. Di luar, salju turun dan angin melolong. Jam demi jam kita duduk di sini, sekedar untuk kembali ke saat ini sejauh kemampuan kita, mengenali apa yang berlangsung dalam batin kita, mengikuti nafas yang keluar, memberi nama pikiran kita "berpikir", kembali kepada saat ini, mengenali apa yang sedang berlangsung dalam pikiran kita. Petunjuk yang diberikan dimaksudkan untuk diterima sejujur dan sehangat mungkin, mempelajari perlahan-lahan yang dinamakan membiarkan berlalu sesuatu yang sedang ada dalam pikiran. Pesan yang dibawa adalah bahwa setiap orang dari antara kita memiliki hal-hal yang diperlukan untuk menjadi cerah sepenuhnya. Kita memiliki energi dasar yang mengaliri kita. Kadang-kadang, energi itu berwujud kecerdasan, tetapi kadang-kadang, muncul sebagai kebingungan. Karena pada dasarnya kita adalah orang baik, kita sendiri dapat menentukan apa yang perlu diterima dan ditolak. Kita bisa memilih apa yang membuat kita menjadi orang yang lengkap dan dewasa, dan -jika kita juga terlibat di dalamnya- yang akan membuat kita menjadi anak-anak untuk selamanya. Ini adalah suatu proses bersahabat dengan diri sendiri dan dengan dunia kita. Proses ini tidak cuma menyangkut bagian yang kita sukai, tetapi seluruhnya, karena semuanya mengandung banyak pelajaran yang bisa kita petik darinya. |
VI
KEGEMBIRAAN Hampir satu tahun yang lalu, seorang sahabat baik kami, Ayya Khema, seorang wanita Jerman yang merupakan seorang bhikkhuni Theravada dan tinggal di Sri Lanka, datang mengunjungi kami. Di tempat kami, ia melaksanakan penyunyian vipashyana (meditasi pandangan terang). Penyunyian itu bagi saya pribadi adalah suatu penyegaran karena memberi tekanan pada kegembiraan. Saya tidak tahu sudah berapa banyak kali saya memberi tekanan pada penderitaan di dalam latihan saya. Saya memusatkan perhatian pada penderitaan, yang ditolak, memalukan, dan hal-hal menyakitkan yang saya lakukan. Dalam proses itu, saya hampir melupakan kegembiraan. Selama penyunyian, tujuh hari Ayya Khema mengajarkan kami bahwa di dalam hati kita masing-masing ada kegembiraan yang bisa mekar. Dengan menghubungkan diri kita padanya, kita membiarkan diri kita merayakan latihan dan hidup kita. Kegembiraan itu bagaikan hujan musim semi yang membuat kita merasa ringan dan senang pada diri kita, dan karenanya merupakan cara yang sama sekali baru dalam memandang penderitaan. Dalam sebuah buku kecil berjudul "Petunjuk Meditasi Berjalan", pada Bab "Dunia Mengandung Semua Keajaiban Tanah Suci", Thich Nhat Hanh berkata, "Saya pikir semua Buddha dan Bodhisattva dari ketiga jaman tidak akan mencela saya karena telah mengungkapkan suatu rahasia kecil kepada kalian semua, bahwa tidak perlu bagi kita untuk mencari keajaiban Tanah Suci ke suatu tempat tertentu." Keajaiban dan kegembiraan hadir di setiap momen, setiap nafas, setiap langkah, setiap gerakan dalam kehidupan kita sehari-hari, jika kita dapat berhubungan dengannya. Rintangan terbesar untuk berhubungan dengan kegembiraan itu adalah kegelisahan. Kegembiraan berhubungan dengan melihat seberapa besar, seberapa terbuka, dan betapa berharganya segala sesuatu. Mengeluh atas apa yang terjadi dan menyesali hidup adalah bagaikan menolak mencium wangi mawar liar saat lari pagi, atau bersikap buta dengan tidak melihat gagak besar hitam yang hinggap di atas dahan pada pohon tempat anda duduk berteduh. Kita bisa begitu terjerat pada rasa sakit dan kecemasan sehingga kita tidak memperhatikan angin yang sudah datang, atau bahwa seseorang telah meletakkan kembang di ruang makan, atau kala kita berjalan di pagi hari, bendera belum dikibarkan dan saat kita pulang, bendera masih belum diturunkan. Kegelisahan, kepahitan, menyimpan rasa dendam akan menghalangi kita melihat, mendengar, mengecap, dan bersukacita. Ada sebuah cerita tentang seorang perempuan yang lari dikejar macan, Ia berlari dan berlari terus, dan macan juga semakin dekat dan mendekat. Pada waktu tiba di pinggir sebuah tebing, ia melihat ada akar-akar merambat ke bawah tebing, kemudian ia memanjat turun dan bergantung pada akar-akar itu. Saat melihat ke bawah, tampak olehnya di sana juga sudah menunggu beberapa ekor macan. Kemudian, ia melihat seekor tikus sedang menggerogoti akar tempat ia bergantung. Ia juga melihat setumpuk buah arbei di dekatnya, tumbuh dari rumput-rumput di tebing. Ia melihat ke atas dan ke bawah. Ia melihat pada tikus. Lalu, ia mengambil sebutir buah arbei, memasukkannya ke dalam mulutnya, dan benar-benar menikmatinya. Macan di atas, macan di bawah. Ini sesungguhnya perumpamaan bahwa kita selalu berada dalam proses kelahiran dan kematian. Setiap momen itu adalah seperti apa adanya. Momen itu mungkin menjadi satu-satunya momen dalam hidup kita, itu mungkin satu-satunya buah arbei yang kita cicipi seumur hidup. Kita bisa tertekan mengenai hal ini, atau kita akhirnya bisa menghargainya, dan bergembira dalam setiap saat berharga hidup kita. Trungpa Rinpoche selalu berkata, "Anda bisa melakukannya." Itu barangkali salah satu dari ajaran-ajaran utamanya, "Anda bisa melakukannya." Thich Nhat Hanh dalam "Petunjuk Meditasi Berjalan", mengawali dengan menceritakan bahwa setiap orang membawa beban ini, dan jika anda hendak melepaskannya, jika anda ingin menurunkannya, anda bisa melakukannya. Anda bisa berhubungan dengan kegembiraan dalam hati. Pada hari yang sunyi seperti sekarang ini, segala sesuatu sangat hening, anda mungkin merasa bahwa anda sedang cemberut dan melakukan segala sesuatu dengan muka cemberut: membuka pintu dengan cemberut, meminum teh dengan cemberut, berusaha begitu keras untuk bisa tenang, diam, dan bergerak begitu lambat sehingga anda merasa resah. Sebaliknya, anda juga bisa bersikap santai dan menyadari bahwa di balik setiap kekhawatiran, keluhan, dan ketidaksetujuan yang terus berkecamuk dalam pikiran anda, matahari selalu terbit di pagi hari, melintasi langit, dan turun di kala senja. Burung-burung masih beterbangan di langit, mengumpulkan makanan, dan membuat sarang. Rumput-rumput masih bergoyang ditiup angin atau diam tidak bergerak. Bahan makanan, bunga-bunga, dan pohon-pohon masih tumbuh dari bumi. Banyak sekali kekayaan alam. Anda bisa menumbuhkan gairah hidup, minat, dan rasa keingintahuan anda. Anda bisa berhubungan dengan kegembiraan. Anda bisa memulainya sekarang. Orang-orang Navajo mengajar anak-anak bahwa setiap pagi, saat matahari menyingsing, matahari baru dilahirkan, matahari itu bertahan selama satu hari, dan setiap malam berlalu tanpa pernah kembali lagi. Pada waktu anak-anak telah cukup besar untuk mengerti, orang-orang dewasa membawa mereka keluar setiap pagi dan berkata, "Matahari hanya punya waktu satu hari. Engkau harus hidup dengan baik hari ini agar matahari tidak menghabiskan waktunya yang berharga dengan sia-sia." Menyadari betapa berharganya setiap hari adalah cara hidup yang baik, cara yang baik untuk berhubungan kembali dengan kegembiraan dasar kita. |
VII
MEMILIKI WAWASAN YANG LEBIH LUAS (1) Pagi ini, tatkala memulai meditasi, saya merasa lapar dan lelah; saya juga gembira. Pada waktu kita berjalan-jalan pagi, saya merasa lebih gembira, dan saya sadar itu ada hubungannya dengan yang terjadi pada kita saat berlatih: kita menemukan bahwa kita memiliki pandangan yang lebih luas mengenai hidup kita. Ini terasa seperti suatu berkah atau hadiah. Dalam banyak aliran, termasuk Agama Buddha Tibet, lingkaran merupakan simbol yang berkekuatan untuk menggambarkan kekeramatan segala sesuatu. Di dalam seluruh aliran ini, terdapat upacara-upacara ritual di mana gambar lingkaran dipakai dengan cara demikian: menggambarkan sebuah lingkaran mengelilingi diri anda, dan dengan berdiri di tengah-tengahnya, anda sadar bahwa anda selalu berada di tengah-tengah alam semesta. Lingkaran yang melingkungi anda menunjukkan bahwa anda selalu berada di dalam tempat yang keramat. Di dalam agama Buddha, kita membicarakan tentang kewaspadaan dan perhatian. Kita diajar perhatian melalui oryoki, bersujud, menyatu dengan nafas, memberi label pada pikiran kita "berpikir". Terdapat banyak ketelitian, tetapi juga banyak kelembutan. Seiring dengan menjadi teliti akan dunia kita, juga ada ruang di sekeliling kita yang disebut dengan kelembutan: kita mengijinkan diri kita mengalami betapa besar, luwes, serta penuh warna dan energinya dunia kita ini. Ruang ini adalah lingkaran kita. Jika berbicara mengenai perhatian dan kewaspadaan, kita tidak berbicara mengenai sesuatu yang kaku, suatu disiplin yang kita tekankan pada diri kita sehingga kita bisa membersihkan tindakan agar kita menjadi lebih baik, bisa berdiri dengan lebih tegak, dan tercium lebih harum. Lebih daripada itu, kita berlatih suatu makna kasih sayang melalui mikrofon, mangkok oryoki, tangan kita, semua di antara kita, dan ruangan ini, semua pintu yang kita lalu-lalangi. Sikap penuh perhatian adalah mengasihi semua unsur kecil kehidupan kita, dan kewaspadaan adalah hal-hal alamiah yang terjadi: hidup mulai terbuka, dan anda menyadari bahwa anda senantiasa berdiri di pusat dunia. Beberapa di antara anda mungkin pernah membaca buku "Black Elk Speaks (Rusa Hitam Berbicara)". Diceritakan, ada seorang laki-laki suku Indian mengatakan bahwa ia mendapatkan penglihatan yang luar biasa saat berumur sembilan tahun. Ia sakit keras sehingga setiap orang menganggapnya telah mati. Ia koma selama seminggu atau lebih. Pada waktu itu, ia melihat bahwa metode pengobatan keramat yang selalu digunakan sukunya hampir tidak memberikan hasil yang memuaskan. Ia juga melihat bahwa cara-cara yang digunakan untuk menolongnya ternyata tidak berhasil. Dalam keadaan koma ini, ia dibawa ke atas Puncak Harney, di Black Hill, Dakota, yang oleh penduduk pribumi Amerika dianggap sebagai pusat dunia. Namun, setelah ia dibawa ke Puncak Harney dan ditunjukkan pemandangan yang luas sekali ini, Black Elk (Rusa Hitam) mengatakan ia menyadari bahwa semua tempat adalah pusat dunia. Pada dasarnya, setiap tempat anda berada adalah pusat dunia. Anda selalu berada di tengah ruang suci, di tengah lingkaran. Orang sering berkata, "Meditasi itu baik, tetapi apa hubungannya dengan hidup saya?" Hubungannya dengan hidup anda adalah bahwa barangkali melalui latihan sederhana dengan memberikan perhatian seperti ini -memberikan sentuhan kasih sayang pada kata-kata, perbuatan, dan gerakan pikiran anda- anda mulai menyadari bahwa anda selalu berdiri di tengah lingkaran suci. Biara Gampo bukanlah lingkaran keramat. Ke mana pun anda pergi selama hidup ini, anda selalu berada di pusat alam semesta, dan lingkaran itu selalu berada di sekeliling anda. Setiap orang yang berjalan mendekati anda berarti telah memasuki ruang keramat itu, dan ini bukanlah suatu kebetulan. Siapa pun yang memasuki ruangan itu, ia ada di sana untuk mengajar anda. Melalui pengalaman saya yang berhubungan dengan agama Buddha dan rasa kasih serta hormat saya yang mendalam pada guru-guru saya, pada ajaran, dan pada latihan, saya telah sampai pada pengertian bahwa alangkah baiknya menaiki satu wahana dan terus-menerus mendalaminya. Namun, dengan berbuat seperti ini, saya mulai memahami kekeramatan kebijakan setiap orang dan kenyataan bahwa orang-orang menemukan kebenaran yang sama dengan banyak macam cara. Meditasi mulai membuka hidup anda sehingga anda tidak terperangkap dalam sifat mementingkan diri sendiri, sekedar menginginkan hidup berjalan sesuai dengan keinginan anda. Dalam kasus itu, anda tidak lagi menyadari bahwa anda berdiri di pusat dunia, bahwa anda berada di tengah lingkaran suci karena anda begitu terjerat dalam kecemasan, rasa sakit, keterbatasan, nafsu, dan rasa takut anda sendiri sehingga anda menjadi buta pada keindahan dunia. Yang anda rasakan akibat perangkap ini adalah penderitaan, dan juga keresahan yang hebat tentang hidup ini secara umum. Sungguh aneh! Hidup ini adalah keajaiban, dan sebagian besar waktu kita terbuang hanya untuk merasa gelisah akan hidup yang bisa berjalan sesuai dengan kemauan kita. Konon, ada seorang perempuan yang sombong dan tinggi hati. Ia memutuskan untuk mencapai pencerahan sehingga ia bertanya pada penguasa setempat tentang cara untuk mencapainya. Seseorang berkata, "Baiklah, jika anda memanjat ke puncak gunung yang sangat tinggi ini, anda akan menemukan sebuah gua di sana. Di dalam gua itu, duduk seorang perempuan yang sangat bijaksana. Ia akan memberi petunjuk padamu." Mendengar ini, perempuan itu berpikir, "Baik, saya akan melakukannya. Inilah cara yang terbaik." Setelah menghadapi banyak kesukaran, ia akhirnya menemukan gua ini, dan benar, di sana ada seorang perempuan tua yang sedang duduk, berpakaian putih dan sikapnya sangat lembut, berkharisma, yang tersenyum padanya dengan welas asih. Dipenuhi ketakjuban dan rasa hormat, ia bersujud di kaki perempuan ini dan berkata, "Saya ingin mencapai pencerahan. Mohon tunjukkan pada saya jalannya." Perempuan bijaksana itu melihat kepadanya dengan senyumnya yang menyejukkan hati dan bertanya, "Apa betul kamu menginginkan pencerahan?" Dan perempuan itu pun menjawab, "Tentu saja." Mendengar jawaban ini, perempuan tua yang tersenyum itu langsung berubah menjadi siluman, mengacungkan tongkat raksasa, dan mulai mengajarnya sambil berteriak, "Sekarang! Sekarang! Sekarang!" Sepanjang hidupnya, perempuan itu tidak pernah meloloskan diri dari siluman yang selalu berkata, "Sekarang!" |
VII
MEMILIKI WAWASAN YANG LEBIH LUAS (2) Seringkali, Rinpoche bercerita tentang saat kini. Bab-bab tentang "Saat Kini" dan "Menemukan Keajaiban" dalam bukunya "Shambhala: Jalan Rahasia Sang Ksatria" berisi hal-hal yang saya katakan di sini. Jika ingin mencapai pencerahan, anda harus melakukannya sekarang. Jika sombong dan keras kepala, mungkin akan ada orang yang mengajar anda dengan tongkat. Namun, semakin anda membuka hati, semakin anda bersahabat dengan tubuh, ucapan, pikiran, dan dunia yang berada di dalam lingkaran anda -situasi domestik anda, orang-orang dengan siapa anda tinggal, rumah tempat anda sarapan setiap hari-semakin anda menghargai kenyataan bahwa jika anda memutar keran, air akan segera mengalir keluar. Jika anda pernah hidup kekurangan air, anda akan benar-benar menghargainya. Terdapat segala macam mukjizat. Segala sesuatu adalah seperti itu, sungguh mengagumkan. Sekarang. Itulah kuncinya. Sekarang, sekarang, sekarang. Kewaspadaan melatih anda untuk selalu sadar dan hidup, penuh keingintahuan, tentang apa? Yah, mengenai saat sekarang, begitu bukan? Anda duduk bermeditasi dan nafas yang keluar terjadi saat ini, sadar dari khayalan anda sekarang, dan khayalan anda terbentuk saat ini, walaupun kelihatannya membawa anda ke masa lalu dan masa yang akan datang. Semakin anda bisa berada pada saat sekarang, semakin anda sadari bahwa anda berada di pusat dunia, berdiri tepat di tengah lingkaran suci. Ini bukan masalah kecil, baik saat anda sedang menggosok gigi, memasak, atau mengepel. Apa pun yang sedang anda lakukan, anda melakukannya sekarang ini. Karya kita dalam hidup ini adalah menggunakan apa yang telah diberikan kepada kita untuk bangkit, untuk bangun. Jika ada dua orang yang persis sama, beribu sama, berayah sama, serumah, makanannya sama, semuanya sama -salah satu dari antaranya dapat memanfaatkan apa yang ia punyai untuk menjadi sadar, dan yang satunya lagi bisa menggunakannya untuk menjadi gelisah, hidup pahit dan asam. Tidak menjadi masalah, apa yang telah diberikan untuk anda, apakah itu cacat fisik, kekayaan atau kemiskinan, kecantikan atau keburukan rupa, ketenangan atau kekacauan mental, hidup dalam sebuah rumah sakit jiwa atau di gurun pasir yang tenang dan damai. Apa pun yang diberikan kepada anda dapat membangunkan atau membuat anda tertidur pulas. Itulah tantangannya pada saat ini: Apa yang akan anda lakukan dengan segala sesuatu yang sudah anda miliki -tubuh, ucapan, dan pikiran anda? Ada sesuatu yang sangat bermanfaat untuk diketahui saat ini. Rintangan terbesar untuk memiliki wawasan yang luas atas hidup ini adalah emosi yang menjerat dan membutakan kita. Semakin peka kita mengenai ini, semakin kita sadari bahwa saat kita mulai merasa marah atau menjadikan diri kita merosot, atau melekat pada sesuatu sedemikian rupa sehingga kita menjadi sengsara, kita mulai menutupi diri, seolah-olah kita sedang duduk di puncak Grand Canyon, tetapi dengan kantung hitam menutupi kepala kita. Anda dapat melakukan percobaan seperti ini. Anda bisa pergi ke tebing, memandangi Teluk Saint Lawrence, dan seruan pertama yang selalu muncul, "Wow! Besar sekali," dan pikiran anda terbuka. Akan tetapi, jika anda berdiri di sana cukup lama, anda mulai mencemaskan sesuatu. Lalu, anda sadari (jika anda hendak melakukan ini sebagai suatu percobaan) seakan-akan semuanya tertutup dan mengecil. Kiat mengenai saat sekarang adalah bahwa anda bisa membiarkan semuanya berlalu, dan membuka lagi ruang itu. Anda bisa melakukannya kapan saja, selalu. Akan tetapi, benar-benar diperlukan kompromi dengan diri anda sendiri. Untuk itu, anda perlu menyadari amarah anda, mengenali kemerosotan diri anda, mengenali kemelekatan dan kemauan anda, mengenali kebosanan anda, dan kemudian bersahabat dengan semuanya. VII MEMILIKI WAWASAN YANG LEBIH LUAS (3) Ada satu cerita lagi yang barangkali pernah anda baca tentang yang kita sebut dengan surga dan neraka, hidup dan mati, baik dan buruk. Itu adalah sebuah cerita bahwa semua itu adalah hasil rekaan pikiran kita. Ceritanya begini: Seorang samurai berbadan tinggi besar datang menjumpai seorang bijaksana dan bertanya, "Ceritakan pada saya hakekat surga dan neraka." Roshi itu menatap samurai dengan seksama. Lalu, ia berkata, "Untuk apa saya memberitahu orang dungu, menjijikkan, dan melarat seperti engkau ini?" Muka samurai berubah menjadi padam seketika, rambutnya mulai berdiri, tetapi roshi itu tidak mau berhenti, "Terhadap cacing seperti kamu ini, untuk apa saya banyak bicara?" Dipenuhi angkara murka, samurai menarik pedangnya, dan bermaksud memancung kepala roshi; saat itu, roshi segera buka suara lagi, "Inilah neraka." Samurai, yang pada dasarnya adalah orang yang peka, seketika itu juga memahami bahwa ia baru saja menciptakan nerakanya sendiri; ia benar-benar ada di neraka. Neraka itu hitam dan panas, penuh dengan kebencian, mementingkan diri sendiri, marah, dan gelisah, sedemikian hitam sehingga ia hampir membunuh orang ini. Air mata memenuhi matanya dan ia mulai menangis; ia mengatupkan kedua belah telapak tangannya, dan roshi mengatakan, "Inilah surga." Sebenarnya, tidak ada surga maupun neraka, kecuali jika kita menghubungkannya dengan kehidupan manusia. Neraka adalah hambatan bagi kehidupan. Pada waktu anda hendak menyatakan tidak pada situasi yang sedang anda hadapi, katakanlah. Akan tetapi, kalau anda menjadi begitu yakin untuk mencabut pedang dan membunuh orang, hambatan hidup seperti itu adalah neraka. Selama menjalankan latihan, kita tidak menyatakan, "Neraka itu jahat, tetapi surga itu baik," atau "Singkirkan neraka, kejar surga." Melainkan, kita mendorong diri sendiri untuk mengembangkan hati dan pikiran yang terbuka kepada surga, kepada neraka, dan kepada apa pun. Mengapa? Karena hanya setelah kita mampu menyadari segala sesuatu yang muncullah, kita menyadari bahwa kita selalu berada di pusat dunia di tengah-tengah ruang suci, dan segala yang datang ke dalam lingkaran itu dan muncul bersama dengan kita di sana adalah untuk mengajari kita perihal yang perlu kita ketahui. Karya kehidupan adalah untuk membangun diri, membiarkan semua orang yang masuk ke dalam lingkaran membuat kita bangun, bukan jatuh tertidur. Satu-satunya cara untuk mewujudkan ini adalah dengan membuka diri, mengembangkan rasa ingin tahu, membentuk rasa simpati atas segala yang berada di hadapan kepala kita, mengenali hakekatnya, dan membiarkannya mengajari kita. Semua peristiwa itu akan memukul anda hingga anda menerima pelajarannya, pada tingkat tertentu. Anda bisa mengakhiri pernikahan anda, anda bisa berhenti bekerja, anda bisa pergi ke tempat orang-orang memuji-puji anda, dan anda bisa mencoba menipu dunia hingga wajah anda biru untuk menutupi kelicikan anda, namun iblis tua yang sama akan selalu datang hingga anda menguasai ajaran yang mereka ajarkan. Setelah itu, iblis-iblis itu akan berubah menjadi bersahabat, menjadi kawan yang baik hati di jalan yang benar. Jadi, itulah sebabnya pada pagi ini, walaupun saya sangat lapar dan lelah, saya masih merasa bahagia. Dan saya hendak mengungkapkan rasa terima kasih pada Trungpa Rinpoche untuk itu. |
VIII
TIDAK ADA YANG DISEBUT KISAH NYATA (1) Dalam aliran Taoisme, ada pepatah yang termasyhur, "Tao yang dapat dibicarakan bukanlah yang tertinggi." Cara lain untuk menyatakannya, walaupun saya belum pernah melihatnya diterjemahkan seperti ini, "Begitu anda mulai mempercayai sesuatu, anda tidak akan bisa lagi melihat yang lain." Kebenaran yang anda percayai dan lekati membuat anda tidak bersedia mendengar hal lain yang baru. Melalui cara kita berpikir dan melalui cara kita mempercayai sesuatu, dunia kita terbentuk. Di abad pertengahan, setiap orang hanya menerima gagasan yang diberikan, atas dasar rasa takut, bahwa hanya ada satu cara untuk percaya; jika anda mempunyai kepercayaan yang lain, anda adalah musuh. Kondisi seperti itu merupakan lonceng kematian bagi pola pemikiran bebas dan kreatif. Banyak hal yang sebenarnya mampu dilihat orang, tidak lagi terlihat karena mereka tidak mempercayainya. Begitu mereka mulai mempercayai dan berpikir dengan cara tertentu, terdapat banyak sekali hal yang tidak mampu lagi mereka dengar, lihat, cium, atau sentuh, karena semua itu berada di luar sistem pola pikir mereka. Berpegang pada kepercayaan akan membatasi pengalaman hidup kita. Itu tidak berarti bahwa kepercayaan, gagasan, dan pikiran yang menimbulkan masalah; sikap keras kepala dalam memandang sesuatu, terikat pada pikiran dan kepercayaan kita, semua inilah yang membawa masalah pada kita. Sederhananya, menggunakan sistem kepercayaan anda dengan cara seperti ini akan menciptakan situasi di mana anda memilih lebih baik buta daripada melihat, lebih baik tuli daripada mendengar, lebih baik mati daripada hidup, tidur daripada bangun. Dewasa ini, beberapa orang melangkah keluar dan menggali lebih lanjut, tetapi orang lain menjadi lebih terjerat dalam kepercayaan mereka. Suatu polarisasi muncul dan sebagai akibatnya, ketika suatu sistem kepercayaan terancam, orang bahkan bisa menjadi sedemikian fanatik sehingga hendak membunuh dan menghancurkan. Sebenarnya, anda bisa melihat keadaan seperti ini di mana-mana. Umat Protestan membunuh umat Katolik, dan umat Katolik membunuh umat Protestan. Umat Hindu membunuh umat Buddha, dan umat Buddha membunuh umat Hindu. Umat Yahudi membunuh umat Kristen, dan umat Kristen membunuh umat Yahudi. Umat Islam membunuh umat Kristen, dan umat Kristen membunuh umat Islam. Pecah perang di mana-mana karena orang merasa tersinggung apabila ada orang lain yang tidak sependapat dengan pola berpikir mereka. Setiap orang bersalah atas peristiwa itu. Anda menginginkan sesuatu sebagai tempat berpegang, anda ingin berkata, "Akhirnya aku menemukannya. Inilah dia, dan sekarang saya merasa mantap, aman, dan benar." Agama Buddha juga tidak bebas dari pemikiran seperti ini. Itu memang manusiawi. Namun, di dalam agama Buddha, ada ajaran yang mengatasi hal ini, seandainya saja orang mau mendengarkannya. Ajaran itu berbunyi, "Jika anda bertemu dengan Buddha di tengah jalan, bunuh Buddha itu." Ini artinya, jika anda dapat menemukan Buddha yang mengatakan, "Inilah jalannya; Buddha adalah seperti ini," anda lebih baik membunuh "Buddha" yang anda temukan itu, yang bisa anda katakan seperti ini. Agama atau aliran kepercayaan mana pun memiliki wawasan seperti ini. Sekarang kita tiba pada bagian yang menarik. Bagaimana anda melakukannya? Walaupun pendekatan ini terdengar agresif, ketika kita membicarakan hal ini, kita sebenarnya sedang berbicara mengenai sesuatu yang paling ideal tentang sifat non-agresi. Orang gampang percaya dan bergantung pada kepercayaannya itu, lalu menjadikan seluruh dunianya sebagai produk dari sistem kepercayaan mereka. Mereka juga gampang menyerang pihak-pihak yang tidak sependapat. Yang lebih sulit dilakukan, sesuatu yang lebih berani, yang dilakukan oleh para ksatria, pahlawan, dan kaum mistik, adalah memandang dengan jujur, lurus, dan jernih kepercayaan itu, lalu melangkah melampauinya. Untuk itu, diperlukan kemampuan untuk menyentuh dan mengetahui dengan selengkapnya, hingga ke inti, pengalaman dirimu sendiri, tanpa kekasaran, tanpa penghakiman. "Kalau bertemu Buddha, bunuh Buddha itu," mempunyai arti bahwa pada waktu anda mengetahui diri anda sedang melekat atau terikat pada sesuatu, apakah itu yang baik atau buruk secara konvensional, bersahabatlah dengannya. Telusurilah dengan mendalam. Kenali secara utuh dan lengkap. Dengan cara seperti itu, sesuatu itu akan berlalu dengan sendirinya. |
VIII
TIDAK ADA YANG DISEBUT KISAH NYATA (2) Disebutkan di dalam ajaran bahwa jika anda terikat pada kepercayaan anda, akan timbul konflik. Ada cerita yang menarik tentang hal ini. Ada seorang dewa yang tahu bahwa manusia sangat suka menguasai sesuatu, lalu membentuk perkumpulan, aliran, dan sistem politik beranggotakan orang-orang yang sejalan idenya dengan mereka. Mereka suka membuat masalah, lalu menuliskan namanya besar-besar dalam suatu bendera raksasa, berpawai di jalan-jalan melambai-lambaikannya dan berteriak hanya untuk membuat orang-orang yang berbeda pandangan ikut bergabung dengan mereka meneriakkan tuntutan mereka itu. Dewa ini memutuskan untuk mencoba membuktikan keadaan umat manusia agar orang-orang bisa tertawa dengan melihat semua keanehan ini (Tawa yang baik adalah cara yang tepat untuk membunuh Buddha). Dewa itu menciptakan sebuah topi besar yang terbagi menjadi dua belahan, belahan kanan berwarna merah menyala, belahan kiri berwarna biru cerah. Lalu, ia pergi ke suatu jalan yang di kedua sisinya banyak orang sedang bekerja. Di sana, dewa ini memunculkan dirinya dengan segala kesaktiannya; tidak ada seorang pun yang tidak takjub. Berbadan besar dan bersinar, dengan mengenakan topi tersebut, ia berjalan menyusuri jalan itu. Semua orang di sisi kiri jalan meninggalkan kerjanya dan terpelongoh melihat dewa itu; demikian juga dengan orang-orang di sebelah kanan. Semuanya takjub. Lalu dewa itu lenyap begitu saja. Semua orang menjerit, "Aku melihat Tuhan! Aku melihat Tuhan!" Mereka semuanya dipenuhi kegembiraan hingga seseorang yang berada di sebelah kiri jalan berkata, "Betapa agungnya, Ia datang dengan mengenakan topi merahnya!" Orang-orang yang berada di sebelah kanan jalan memandangnya dengan heran, "Ia tidak bertopi merah, melainkan biru!" Perbedaan pendapat ini berlanjut terus hingga masing-masing pihak membangun tembok dan saling melempar batu ke lawannya. Lalu, dewa itu muncul kembali. Kali ini ia berjalan berlawanan arah dengan sebelumnya, lalu menghilang lagi. Sekarang, semua orang saling memandang, dan orang-orang di sebelah kanan berkata, "Ternyata anda benar. Ia bertopi merah. Kami minta maaf. Kami sudah salah melihat. Kalian benar, kami yang salah." Orang-orang di sebelah kiri mengatakan, "Tidak, tidak. Kalian yang benar. Kami yang salah. Ia bertopi biru." Saat itu, mereka semua bingung, tidak tahu harus bertengkar atau berdamai. Lalu, dewa itu muncul lagi. Kali ini, ia berdiri di tengah jalan, berputar ke kiri lalu berputar ke kanan, kemudian lenyap. Dan semua orang pun akhirnya tertawa. Bagi kita, yang duduk bermeditasi di sini, karena orang ingin menjalani kehidupan yang baik, merdeka, bergairah, dan sejati, ada petunjuk konkret yang bisa kita ikuti, petunjuk yang sudah kita ikuti selama meditasi; melihat seperti apa adanya. Mengenalinya tanpa perlu menghakimi benar atau salah. biarkan berlalu dan kembali ke saat ini. Apa pun yang muncul, lihatlah apa adanya tanpa perlu mengatakannya benar atau salah. Kenali. Lihatlah dengan jernih tanpa menghakimi, lalu biarkan berlalu. Kembali ke saat kini. Mulai sekarang hingga meninggal, anda bisa melakukannya. Sebagai jalan untuk menjadi lebih welas asih terhadap diri anda dan orang lain, sebagai suatu jalan untuk menjadi kurang dogmatis, kurang berprasangka, dan kurang bersikeras terhadap pendirian anda sendiri, untuk tidak lagi menganggap hanya andalah yang benar dan yang lain salah, sebagai suatu jalan untuk mengembangkan rasa humor terhadap segala sesuatu, untuk membuatnya menjadi ringan, terbuka. Jadi, anda dapat melakukannya. Anda juga mulai mampu untuk sadar saat setiap kali anda menyalahkan orang lain dan membenarkan diri sendiri. Jika anda menghabiskan waktu untuk menyadari hal ini dan membiarkannya menjadi suatu jalan untuk mengungkapkan kebodohan umat manusia, berarti anda mampu mengembangkan banyak kearifan dan kebaikan hati, dan juga rasa humor. Melihat kala anda membenarkan diri sendiri dan kala anda menyalahkan orang lain bukanlah alasan untuk mencela diri sendiri, melainkan kesempatan untuk mengenali apa yang dilakukan semua orang dan bagaimana perbuatan mereka memenjarakan kita dalam wawasan yang sangat terbatas dalam dunia ini. Ini merupakan kesempatan untuk melihat bahwa anda sedang terikat pada interpretasi anda atas kenyataan; hal ni memberikan anda kesempatan untuk merenungkan bahwa semua adalah seperti itu - tidak lebih, tidak kurang: hanya interpretasi anda terhadap kenyataan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
A
Page to Rest -
Breathing Space |
Complete list of articles on this site |
Free Downloads |