Mega Proyek Kristenisasi
Seribu jurus penyebaran agama Kristen.
Targetnya, seluruh ummat manusia harus memeluk agama
Kristen.
Usman, seorang pensiunan pegawai negeri yang tinggal di kawasan
Rawamangun Jakarta, beberapa bulan silam menceritakan pengalaman
menariknya kepada Sahid dan sesama jamaah mushalla dekat
rumahnya.
Pagi, ketika ia sedang membaca koran di teras, datang dua pemuda.
Mereka memperkenalkan diri sebagai aktivis gereja, hendak menyampaikan
`kabar gembira dari Tuhan'. Usman pun menolak dengan halus, “Saya
Muslim, tidak bersedia dan sebentar lagi saya pergi,” katanya.
Tapi kedua pemuda itu tak beringsut. “Biarpun Bapak Muslim, tidak
jadi masalah, karena ini sekadar kabar gembira dari Tuhan Yesus,” bujuk
mereka.
Menurut Usman, cara kristenisasi seperti itu pernah dialaminya ketika
muda. “Ternyata sekarang masih berlangsung,” ujarnya heran.
Usman masih lumayan, ia tak mengalami paksaan seperti dialami
Khairiyah Enniswah alias Wawah, siswi MAN 2 Padang. Sebagaimana sudah
diungkap majalah ini (Sahid, edisi Agustus 1999), bulan Maret
tahun silam gadis berjilbab itu bernasib tragis. Ia diculik, diperkosa
dan dipaksa masuk agama Kristen oleh komplotan aktivis sebuah gereja di
Padang.
Kontan kasus Wawah menghebohkan rakyat Sumatera Barat. Karena di
daerah yang bersemboyan 'adat bersendi syara', syara' bersendi
Kitabullah' ini ternyata kelompok minoritas nekad melakukan tindakan
kristenisasi yang melanggar hukum dan hak asasi manusia.
Info yang diterima Sahid dari DDII dan Yayasan Ulul Albab
Jakarta, sebuah lembaga kajian Kristologi, dalam beberapa tahun terakhir
missi Kristen memang kian berani melakukan pemurtadan secara tidak
fair. Selain cara-cara pembagian santunan sosial yang sudah
klasik, kini mereka menyebarkan brosur-brosur menyerupai buletin dakwah
Islam. Isinya justru mengajak orang masuk Kristen, dengan cara
memelintir penafsiran terhadap al-Qur'an. Nama lembaga penerbit yang
tercantum di brosur pun mengecoh, seperti `Dakwah Ukhuwah' serta `Iman
Taat kepada Shirathal Mustaqim'.
Sebelum itu mereka juga sudah mengeluarkan Bibel (Injil) berbahasa
Arab dan berbahasa daerah. Bibel berbahasa Arab dibuat sedemikian rupa
sehingga bagi yang tak mengerti dikira al-Qur'an.
Cara lainnya adalah penggunaan atribut yang biasa digunakan orang
Islam. Di hari Natal lalu SCTV menayangkan siaran langsung acara misa di
Gereja Betawi Kampung Sawah Jakarta. Tampak jemaat prianya berpeci dan
berbaju Melayu (koko), sementara jemaat wanitanya berkerudung. Kontan
acara ini membuat warga Muslim Betawi tersinggung, lalu protes
membanjiri SCTV, hingga stasiunTV itu meminta maaf.
Dalam Islam, praktik tasyabuh (menyerupai kelompok lain)
dilarang Rasulullah, tapi di kalangan Kristen jadi siasat.
Selain kelompok Gereja Betawi, cara itu juga diterapkan oleh sebuah
denominasi (aliran) baru Kristen di Indonesia, namanya Kanisah Ortodoks
Syria (KOS). Seperti telah diungkap Sahid pada edisi khusus
September 1999, para pengikut KOS pakaiannya mirip Muslim, ada peci dan
kerudung. Tata cara ibadahnya juga nyaris sama dengan shalat. Ada ruku'
dan sujudnya. Bahasanya pun bahasa Arab. Singkat kata, kalau orang belum
pernah tahu KOS, pasti mengira mereka Muslim.
Fenomena terakhir, belakangan ini di bus-bus kota di Jakarta banyak
pengamen yang menyanyikan lagu-lagu gereja dan rohani Kristen. Kalau
ditegur agar menyanyikan lagu lain yang netral mereka menolak, bahkan
kerap mengajak berkelahi, seperti diceritakan oleh seorang warga Jakarta
di kolom Surat Pembaca Sabili (15 Desember 1999).
Meski ada setumpuk data begitu, pihak gereja tak mau mengakui itu
sebagai praktik kristenisasi. Bahkan menurut Sekretaris Umum PGI,
Pendeta Dr JM Pattiasina, tuduhan kristenisasi itu hanyalah isu. “Isu
begitu bukan hal yang baru,” katanya.
Kalaupun ada, menurut Ketua PGI, AA Yewangoe yang dikutip
Tekad, itu dilakukan kalangan Evangelicals, denominasi dari
Protestan yang sering bertindak ekstrem dalam menyebarkan agamanya.
“Kawan-kawan itu ada yang agresif. Malah bagi-bagi traktat (selebaran)
segala, baik di pasar maupun tempat lain.“ Menurut Yewangoe cara itu
ditolak PGI, karena dianggap tidak beradab dan memaksa.
Penolakan senada juga diungkap oleh tokoh Katolik Dr Franz
Magnis-Suseno SJ. “Dalam penyebaran agama ada aturan tersendiri. Kami
tidak diperbolehkan membujuk atau mendatangi orang yang tidak minta
penjelasan tentang Kristen. Apalagi memaksa orang yang beragama agama
lain,” kata Magnis, seperti dikutip Dialog Jumat Republika.
Missi Internasional di Dunia Islam
Penolakan para tokoh Nasrani ini bertentangan dengan sejumlah situs
lembaga missi Kristen di internet. Mereka justru telah mempublikasikan
adanya usaha besar-besaran mengkristenkan masyarakat dunia, termasuk
kepada kaum Muslim Indonesia.
Seperti bisa dilihat pada situs internet Bethany Online (http://www.bethany.com/), denominasi
Kristen yang berpusat di Amerika Serikat ini telah mencanangkan proyek
besar bernama Joshua Project 2000 untuk mengajak seluruh ummat
manusia memeluk Kristen.
Dalam proyek itu mereka hendak membangun gereja di setiap kelompok
masyarakat dan gospel untuk setiap orang, sejak tahun 2000 ini. “A
church for every people and the Gospel for every person by the year
2000,” tulis Luis Bush, Direktur Internasional AD2000 & Beyond
Movement
Pada situs itu juga dijelaskan berbagai hal tentang usaha
pengkristenan ummat Islam di seluruh dunia, lengkap dengan target dan
data prestasi yang telah dicapai. Itu tertuang dalam naskah `Missi
Kristen di Dunia Islam'.
Mereka mengajak ummat Kristen berdoa agar ummat Islam keluar dari
`kesesatannya', berpindah ke agamanya. “Berdoalah untuk mereka yang
tersesat... Setan telah membangun tembok-tembok yang menutup ummat Islam
dari terang Tuhan,” begitu tulisannya.
Hebatnya, mereka memiliki data lumayan lengkap, tentang karakteristik
seluruh bangsa dan suku bangsa yang ada di muka bumi ini, termasuk
berbagai suku bangsa di Indonesia, yang menjadi target missi mereka.
Khusus Indonesia, mereka memiliki data base sekitar 92 suku
yang hendak dikristenkan, mulai dari yang besar seperti Aceh,
Minangkabau, Sunda, Jawa, dan Bugis hingga yang kecil seperti suku
Cia-Cia dan Wolio di Buton yang 95% beragama Islam. Semua data ini
diinventarisasi oleh lembaga Christian Information Network yang
berkedudukan di Colorado Springs (AS).
Lembaga missi Kristen dalam negeri ada juga yang punya megaproyek
seperti itu, antara lain Yayasan Kristen Doulos (YKD), yang beberapa
saat lalu markasnya dibakar massa. Dalam situsnya di internet
(www.doulos.or.id) lembaga tersebut mengaku punya sejumlah proyek besar
yang akan dimulai tahun 2000 ini.
Di bawah lambang bola dunia bertuliskan Doulos Misi Sejagat
(Doulos World Mission) YKD telah mencanangkan sepuluh proyek
missi untuk mengkristenkan 125 suku terasing Indonesia dalam waktu
singkat, antara lain The Jericho 2000 Project yang akan menangani
Jawa Barat, The Karapan 2000 (Race 2000) Project untuk Jawa
Timur, The Mandau 2000 Project untuk Kalimantan Barat, serta
The Sriwijaya 2000 Project untuk daerah Riau. Untuk itu sedang
disiapkan 2.500 tenaga misionaris terlatih.
Menilik dari nama-nama proyeknya, nampak ada keterkaitan antara
proyek YKD dengan Joshua Project 2000 yang ditangani lembaga
missi internasional Bethany. Dari nama-nama suku yang ditargetkan
Doulos, seperti ditulis Tekad, memang banyak kesamaan dengan yang
ditargetkan Bethany (lihat http://www.bethany.com/profiles/c_code/indones.html).
Kristenisasi di Indonesia
Bagi kalangan missionaris, usaha penyebaran agama Kristen paling
sulit dilakukan di dunia Islam, karena sejak awal kedatangan mereka kaum
Muslim sudah mengenal siapa gerangan orang Nasrani dan missinya dari
paparan al-Quran.
Seorang missionaris WHT Gairdner, dalam bukunya The Reprouch of
Islam (1909) menulis, “Islam adalah satu-satunya agama besar yang
datang setelah Kristen; satu-satunya agama yang tegas-tegas mengklaim
untuk memperbaiki, menyempurnakan dan menggantikan ajaran Kristen;
satu-satunya agama yang secara gemilang telah mengalahkan Kristen pada
masa lalu; satu-satunya agama yang dengan serius memperselisihkan dunia
dengan Kristen; satu-satunya agama yang di berbagai belahan dunia
mencegah dan menang atas Kristen.”
Meski begitu mereka tak patah semangat untuk melakukannya, sejak
berabad-abad lalu, kini dan mendatang. Seperti ditulis dalam situs
Bethany Online, program kristenisasi di dunia Islam mulai
dilakukan tatkala Perang Salib masih berlangsung di abad ke-13. Raymond
Lull (1232-1315) adalah seorang missonaris pertama yang menggarap ummat
Islam. Pria kelahiran Spanyol ini tak percaya bahwa Perang Salib
merupakan cara yang benar untuk menghadapi tantangan Islam. Dia lebih
percaya pada efektivitas gerakan missi untuk menundukkan kaum Muslimin
ketimbang dengan pedang.
Lull pergi ke Tunisia pada usia 40 tahun. Sesudah melakukan debat
publik tentang nilai-nilai Islam dan Kristen, ia dilempari batu dan
diusir. Pada usia 75 ia kembali ke Afrika Utara, dekat Aljazair. Di sini
dia dipenjara selama 6 bulan sesudah debat publik juga. Tidak
kapok-kapoknya, pada usia 82 tahun ia kembali ke Tunisia dan berhasil
meng-Kristen-kan beberapa orang hingga ia dirajam sampai mati pada tahun
1315.
Langkah Lull diikuti oleh para pejuang missi Kristen di seluruh dunia
dengan derma dan `penyampaian berita gembira'. Salah seorang missionaris
mereka yang terkenal adalah Sammuel Zwemmer (1867-1950). Orang Amerika
ini berlayar ke Arab tahun 1890. Ia tinggal di Kairo selama 17 tahun,
menghasilkan ratusan dokumen berbahasa Arab. Tetapi sesudah hampir 40
tahun menggarap Mesir ia hanya berhasilkan mengkristenkan kurang dari
selusin orang saja.
Untuk kasus Indonesia, missi Kristen masuk ke negeri ini bersamaan
dengan missi pelayaran bangsa-bangsa Eropa ke dunia Timur. Mereka datang
dengan semboyan tiga G: gold, glory, gospel (emas, kejayaan,
missi Kristen).
Seperti ditulis sejarawan Dr Aqib Suminto dalam buku Politik Islam
Hindia Belanda, agama Kristen mulai diperkenalkan oleh para pelaut
Portugis yang datang ke dunia Timur pada abad ke-16, sambil masih
membawa semangat Perang Timur dimulai oleh Perserikatan Maskapai Hindia
Timur (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC), mencari
rempah-rempah nan mahal harganya. Meski begitu VOC tidak melupakan misi
penyebaran agama Kristen dalam setiap ekspedisinya.
Tahun 1605 orang-orang Portugis diusir dari Maluku oleh VOC. Begitu
pula Spanyol dan Inggris berhasil ditaklukkan dalam peperangan semasa
1605-1623, sehingga berbagai koloni Spanyol dan Portugis di Nusantara
bagian timur itu —kecuali Timor Timur— jatuh ke tangan Belanda. “Para
Calvinis Belanda lalu memaksa orang-orang Katolik yang mereka temui
untuk masuk agama Protestan yang menandai runtuhnya gereja Katolik di
Indonesia Timur,” kata pakar Perbandingan Agama, Alwi Shihab.
Di bawah VOC, agama Kristen didominasi oleh Gereja Reformasi. VOC
menyatakan bahwa Kristen apapun tidak boleh dipraktikkan di wilayah ini
kecuali Gereja Reformasi Belanda. Belanda benar-benar menentang dan
ingin menghancurkan apa saja yang sebelumnya dibangun oleh orang-orang
Katolik.
Meski demikian, karena VOC adalah perusahaan dagang, perhatiannya
terhadap missi Kristen kurang serius, sehingga mengecewakan orang-orang
Kristen Belanda sendiri. Di Jawa, selama dua abad VOC menghindari
pendekatan pada orang-orang Jawa agar berpindah ke agama Kristen, karena
khawatir mengganggu kepentingan dagangnya. Satu jasa VOC yang besar buat
kegiatan missi adalah sokongan penerbitan Bibel dalam bahasa Indonesia.
Baru setelah VOC bubar (1798) dan kekuasaan diambil alih oleh
pemerintah Belanda, semangat Kristen kembali berkobar. “Sejak itu agama
Kristen berhasil meraih apa yang dulu tertelantarkan. Dan akhirnya agama
itu kembali memperoleh kekuatannya dan berhasil mempertahankan
cengkeramannya di wilayah ini hingga sekarang,” tulis Alwi Shihab.
Setelah berhasil mengatasi Katolik, pemerintah Belanda memusatkan
perhatian menghadapi kelompok pribumi yang beragama Islam. Sebab,
menurut Aqib Suminto, bagi Belanda penghalang utama kekuasaan
kolonialnya adalah agama Islam dan pemeluknya.
Ini bisa dilihat dari pernyataan para politisi dan birokrat
pemerintahan Belanda. Anggota parlemen Belanda, Van Bylandt (1905)
misalnya, setiap tahun selalu memperingatkan berbahayanya pengaruh Islam
dan menghendaki digalakkannya propaganda Kristen.
Pada tahun 1901 Kerajaan Belanda menyatakan, “Sebagai bangsa Kristen,
Belanda punya kewajiban meningkatkan kondisi orang-orang Kristen pribumi
di kepulauan Nusantara, untuk memberi bantuan lebih banyak lagi kepada
kegiatan-kegiatan missi.”
Masalahnya, semakin kuat usaha kristenisasi, semakin kuat pula
tantangan dari ummat Islam. “Karena aksi zending dan missi-lah, maka
ulama yang pada umumnya tenang-tenang dalam lingkungannya, kemudian
mengadakan reaksi yang hebat,” tulis pengamat Belanda, EB Kielstra.
Menurut V Spiegel, seperti disitir Aqib, demikian hebat reaksi itu
sehingga dalam konferensi umum zending Belanda tahun 1911 muncul keluhan
aktivis zending tentang kaum Muslimin, “Mengapa Tuhan mengizinkan dan
membiarkan lawan yang demikian hebat.”
Membendung Arus
Agak berbeda dengan pendekatan Portugis yang cenderung memaksa,
pemerintah dan lembaga missi Belanda melakukan usaha kristenisasi dengan
pendekatan sosial. Yakni dengan menggiatkan usaha amal sosial seperti
membangun lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, panti asuhan dan
sebagainya. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyokong penuh usaha
tersebut dengan dukungan moral dan materi.
Meski berdalih kemanusiaan, cara-cara yang dilakukan missi Kristen
ini sering menyakitkan ummat Islam di Jawa saat itu. Misalnya dengan
memberikan derma santunan sosial kepada kaum miskin sembari dibujuk
masuk agama Kristen. Sehingga Kartini, putri bangsawan Jawa yang tidak
berasal dari kalangan santri pun dalam suratnya kepada pejabat
pemerintah kolonial Belanda EE Abendanon mengungkapkan protesnya.
“Bagaimana pendapatmu tentang zending (diakonia), jika
bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-semata atas dasar cinta
kasih, bukan dalam rangka kristenisasi? ...Bagi orang Islam, melepaskan
keyakinan sendiri adalah sebesar-besarnya dosa. Pendek kata, boleh
melakukan zending (diakonia), tetapi jangan mengkristenkan orang!
Bisakah?” ungkap Kartini.
Dampak dari missi Kristen yang demikian itu, kaum Muslimin di Jawa,
khususnya di Yogyakarta, merasa berkewajiban menghentikan atau
setidaknya membatasi merebaknya missi-missi Kristen.
KH Ahmad Dahlan memandang, upaya membatasi kristenisasi jangan dengan
jalan kekerasan, tetapi dengan jalan menyaingi missi-missi Kristen itu.
Untuk itu ia mengajak rekan-rekannya untuk mendirikan sekolah, panti
asuhan, klinik dan lembaga-lembaga sosial Islam di seluruh Indonesia,
sebagaimana dilakukan missi Kristen. Usaha inilah, menurut Alwi Shihab,
yang menjadi cikal-berdirinya persyarikatan Muhammadiyah.
Sejak itu kalangan Muhammadiyah dan sejumlah ormas Islam lainnya
gencar mengumpulkan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) untuk membangun
sarana sosial bagi ummat Islam. Lambat laun berdiri sekolah, klinik,
rumah sakit serta panti asuhan di seluruh Indonesia.
Menghadapi tantangan itu tentu missi Kristen tak tinggal diam. Mereka
pun menggiatkan pembangunan berbagai sarana missinya. Apalagi soal dana
mereka tak pernah kekurangan. Suplai dana dari luar negeri seperti air
bah yang tercurah dari langit.
Ada fenomena menarik di dunia Barat. Meski budaya mereka kini
cenderung sekuler, kepedulian terhadap missi gereja masih tetap ada.
Seperti di Jerman, meski pemerintah negara itu menganut sistem sekuler,
pemerintah mewajibkan setiap warganya yang beragama Kristen untuk
menyisihkan sekitar 10% dari pajak penghasilannya untuk kas gereja.
Wahyu Sediono, warga Indonesia di Jerman, dalam forum diskusi
internet Islamic Network membenarkan adanya Kirchensteuer
atau pajak untuk gereja itu. “Besarnya tergantung dari masing-masing
pendapatan yang dikenai pajak. Di lingkungan Gereja Protestan di
Berlin-Brandenburg (EKIBB) besarnya 9 % dari perkiraan pajak
pendapatan,” ungkap Wahyu mengutip sumber EKIBB.
Dana seperti inilah yang dikirim ke berbagai negara untuk mendukung
missi Kristen, seperti pembelian pesawat terbang untuk para aktivis
gereja di pedalaman Kalimantan dan Papua Barat (Irian Jaya).
Dalam hal dana dakwah, ummat Islam memang masih `ketinggalan kereta'.
Kalau di negara sekuler ada `pajak gereja', di kalangan Islam `pajak
masjid' yang berupa zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) yang hanya 2,5 %
dari pendapatan itu sulit terkumpul.
Jadi, sampai kapan hendak `ketinggalan kereta' terus?
Simak juga:
Islam-Kristen,
Konflik yang Tak Pernah Selesai
Hubungan
Islam-Kristen dari Masa ke Masa
Mega Proyek Kristenisasi
Sampai
Kapan Konflik Akan Selesai?